Pengacara Jakarta Pusat Terjerat Hukum Akibat Kepemilikan Senjata Api Ilegal dan Narkoba

Pengacara di Jakarta Pusat Ditangkap Atas Dugaan Kepemilikan Senjata Api Ilegal dan Penyalahgunaan Narkoba

Seorang pengacara berinisial S (31), atau yang kemudian diketahui bernama Samir, ditangkap oleh Polres Metro Jakarta Pusat atas dugaan kepemilikan senjata api ilegal dan penyalahgunaan narkotika. Penangkapan ini bermula dari insiden kecelakaan lalu lintas yang melibatkan Samir di kawasan Senen, Jakarta Pusat, pada Jumat pagi, 25 April 2025.

Menurut keterangan Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro, penangkapan Samir mengungkap fakta bahwa yang bersangkutan membawa senjata api tanpa izin dan terindikasi menggunakan narkoba. Kombes Susatyo menegaskan bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran serius yang dapat mengancam keamanan masyarakat.

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus, menjelaskan bahwa Samir mengaku memiliki senjata api tersebut untuk tujuan pertahanan diri. Samir mengaku telah dua kali menjadi korban penyerangan oleh orang tak dikenal pada tahun 2024. Penyerangan pertama berupa penusukan fisik, sementara penyerangan kedua dilakukan dari arah belakang menggunakan sepeda motor. Kejadian ini mendorong Samir untuk membawa senjata sebagai bentuk perlindungan diri saat bepergian.

Dalam penggeledahan yang dilakukan, polisi menemukan sejumlah barang bukti, antara lain:

  • Satu pucuk senjata api Makarov kaliber 7,65 mm
  • Satu pucuk replika senjata Glock 43 warna hitam tanpa peluru
  • Satu laras panjang
  • Satu sarung tangan senjata api
  • Satu unit mobil Daihatsu Sigra
  • Tiga unit ponsel

Selain kepemilikan senjata api ilegal, hasil tes urine Samir juga menunjukkan positif mengonsumsi narkoba jenis ganja dan sabu-sabu. Akibat perbuatannya, Samir dijerat dengan dua undang-undang sekaligus:

  • Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api ilegal, yang ancaman hukumannya bisa mencapai seumur hidup atau hukuman penjara maksimal 20 tahun.
  • Pasal 112 Ayat (1) dan (2) serta Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun, serta denda paling sedikit Rp 800 juta dan paling banyak Rp 8 miliar.