Ekspor Alat Kesehatan Indonesia Catat Kinerja Positif, Tembus Rp 4,5 Triliun di Tahun 2024

Kinerja ekspor industri alat kesehatan (alkes) Indonesia menunjukkan tren positif. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, nilai ekspor alkes pada tahun 2024 mencapai US$ 273 juta atau setara dengan Rp 4,58 triliun (dengan asumsi kurs Rp 16.800 per dolar AS). Selain itu, transaksi produk alkes melalui e-katalog juga mengalami peningkatan signifikan sebesar 48% pada tahun yang sama.

Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kemenperin, Solehan, menyampaikan bahwa data ekspor alkes terus mengalami peningkatan sejak tahun 2019. Capaian ekspor pada tahun 2024 yang melampaui US$ 273 juta menjadi bukti nyata potensi besar yang dimiliki industri ini.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Setia Diarta, menuturkan bahwa industri alkes memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor ini termasuk dalam kategori high demand, sehingga perlu dimanfaatkan secara optimal untuk mewujudkan kemandirian Indonesia di bidang industri alkes.

Saat ini, berdasarkan data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), terdapat 393 perusahaan alkes yang terdaftar dan aktif memproduksi beragam produk, meliputi:

  • Tempat tidur rumah sakit
  • Alat suntik
  • Tensimeter
  • Alat elektromedik
  • Ventilator
  • dan lainnya

Guna memperkuat ekosistem industri alkes, Kemenperin telah melakukan kajian mendalam terkait penguatan bahan baku melalui pembentukan Hub Bahan Baku Alat Kesehatan. Inisiatif ini bertujuan untuk menjembatani kebutuhan bahan baku antara produsen lokal dengan industri alkes, sehingga meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan memberikan dampak ekonomi yang lebih besar bagi negara.

Salah satu contoh alat kesehatan elektromedis yang memiliki peran penting adalah ultrasonografi (USG). USG memiliki beragam fungsi dalam bidang medis, mulai dari memantau perkembangan janin selama kehamilan hingga mendeteksi masalah pada organ tubuh. Oleh karena itu, keberadaan industri USG dalam negeri sangat penting untuk mendukung kemandirian alat kesehatan nasional.

Pengembangan produk USG merupakan proses yang kompleks dan membutuhkan kolaborasi lintas disiplin ilmu, termasuk elektronika, permesinan, kedokteran, perangkat lunak, precision engineering, serta uji klinis dan sertifikasi medis. Proses pengembangan produk juga melibatkan tahapan yang panjang, mulai dari desain awal, pembuatan prototipe, pengujian, produksi, distribusi, instalasi, hingga pelatihan bagi tenaga kesehatan (pengguna).

Kemenperin memberikan apresiasi kepada industri dalam negeri, seperti GE Healthcare, yang telah berhasil memproduksi USG secara mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan industri nasional semakin meningkat.

Direktorat Jenderal ILMATE Kemenperin terus mendorong penguatan industri komponen lokal, agar produk USG tidak hanya dirakit di Indonesia, tetapi juga tumbuh dari ekosistem dalam negeri. Selain itu, pemanfaatan teknologi digital dan manufaktur cerdas juga didorong untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi.

Kemenperin juga menekankan pentingnya peningkatan kemitraan dengan sektor riset dan pendidikan tinggi, agar inovasi terus berlanjut dan tidak berhenti pada satu generasi produk saja.

Kemenperin menyadari bahwa masih terdapat berbagai tantangan yang dihadapi oleh pelaku industri alkes dalam negeri, seperti ketersediaan bahan baku lokal, terutama untuk bahan baku medical grade, yang perlu terus ditingkatkan. Selain itu, skala produksi juga perlu didorong agar kompetitif secara ekonomi melalui perluasan pasar, baik domestik maupun ekspor, yang membutuhkan dukungan regulasi seperti insentif bagi industri dan promosi bersama.