Bencana Banjir Sukabumi: Perubahan Ekosistem dan Tata Guna Tanah Jadi Sorotan
Bencana Banjir Sukabumi: Perubahan Ekosistem dan Tata Guna Tanah Jadi Sorotan
Hujan deras yang melanda Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada Kamis, 6 Maret 2025, telah mengakibatkan bencana banjir dan longsor yang menimbulkan kerugian signifikan. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam kunjungannya ke Kantor Walikota Bekasi pada Jumat, 7 Maret 2025, mengungkapkan bahwa bencana ini tak lepas dari persoalan perubahan ekosistem dan tata guna tanah yang selama ini terjadi di wilayah tersebut. Menurutnya, kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penambangan liar dan perubahan tata guna tanah menjadi faktor utama penyebab tingginya kerentanan wilayah terhadap bencana alam.
"Bencana di Sukabumi, dengan kerusakan yang cukup parah, merupakan akibat akumulasi dari berbagai permasalahan, termasuk penambangan ilegal, perubahan ekosistem, dan perubahan tata guna tanah," ujar Dedi Mulyadi. Ia menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap tata ruang wilayah Sukabumi dan Jawa Barat secara keseluruhan. Proses evaluasi ini, menurutnya, membutuhkan waktu yang cukup panjang, diperkirakan sekitar satu tahun, mengingat kompleksitas analisis dan aspek normatif yang perlu dipertimbangkan. "Evaluasi tata ruang bukanlah pekerjaan yang mudah. Analisisnya membutuhkan waktu dan ketelitian tinggi, karena menyangkut aspek akademik dan normatif. Kita perlu waktu setidaknya satu tahun untuk menyelesaikannya," jelasnya. Proses evaluasi ini, menurutnya, harus mempertimbangkan aspek hukum dan teknis yang berlaku.
Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menekankan pentingnya integrasi aspek lingkungan dalam perencanaan tata ruang ke depan. Ia mendorong agar evaluasi tata ruang di Jawa Barat memprioritaskan upaya penghijauan dan mengembalikan keasrian lingkungan. "Ke depan, pembangunan di Jawa Barat harus berorientasi pada penghijauan. Kita harus mengembalikan kehijauan alam, sesuai dengan filosofi 'leuweung hejo, rakyat ngejo' (hutan hijau, rakyat sejahtera)," tegasnya. Hal ini diharapkan mampu mengurangi risiko bencana alam di masa mendatang dan menciptakan keseimbangan lingkungan yang lebih baik.
Sementara itu, data sementara dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi mencatat dampak yang cukup signifikan dari bencana ini. Tercatat:
- 116 kepala keluarga (KK) atau 204 jiwa terdampak.
- 159 warga terpaksa mengungsi.
- 7 orang hilang.
- 1 korban meninggal dunia di Kecamatan Simpenan.
- 120 rumah terendam.
- 10 rumah mengalami kerusakan (5 rumah rusak ringan, 5 rumah rusak berat).
Kejadian ini sekali lagi menyoroti pentingnya pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan perencanaan tata ruang yang terintegrasi untuk meminimalisir risiko bencana alam di masa depan. Pemerintah daerah diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki tata guna lahan, menghentikan aktivitas penambangan ilegal, dan melakukan reboisasi untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem di wilayah Sukabumi.