Kisah Sang Pilot Pendobrak Rekor Dunia: Datuk Captain Izham dan Misteri Pulau Karya di Kepulauan Seribu

Datuk Captain Izham: Dari Kokpit ke Puncak Manajemen Malaysia Aviation Group

Kiprah Datuk Captain Izham bin Ismail, seorang pilot Malaysia Airlines yang namanya harum di dunia penerbangan, menjadi sorotan utama. Lebih dari sekadar pilot, Capt Izham, kini berusia 65 tahun, adalah figur sentral di balik kemudi Malaysia Aviation Group Berhad (MAG), menjabat sebagai Group Managing Director.

Dalam sebuah wawancara eksklusif di sela-sela acara Matta Fair di Mitec, Kuala Lumpur, keramahan Capt Izham terpancar. Dengan pengalaman 40 tahun di industri penerbangan, ia mengisahkan perjalanannya yang dimulai sebagai pilot pada tahun 1979. Dedikasi dan keahliannya membawanya mendaki tangga karir, menduduki berbagai posisi strategis seperti Wakil Presiden Eksekutif Operasi Penerbangan, Direktur Operasi, dan Chief Operations Officer (COO) Malaysia Airlines. Bahkan, ia sempat memimpin MASwings, anak perusahaan Malaysia Airlines di Sabah dan Sarawak, sebagai CEO.

Namun, puncak kejayaan Capt Izham terjadi pada 2 April 1997. Ia mencetak rekor dunia dengan menerbangkan Boeing 777-200 Malaysia Airlines dari Seattle ke Kuala Lumpur. Penerbangan bersejarah ini mencatatkan rekor dunia baru untuk penerbangan terpanjang dan penerbangan keliling dunia tercepat oleh pesawat komersial, dengan total waktu 41 jam 59 menit dan menempuh jarak 23.310 mil.

Pulau Karya: Antara Keindahan Alam dan Kisah Kelam Masa Lalu

Selain kisah inspiratif Capt Izham, sebuah pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta, menyimpan daya tarik tersendiri. Pulau Karya, yang terletak di seberang dermaga Pulau Panggang, dikenal dengan kisah-kisah misteri yang menyelimutinya.

Ryan, seorang mantri BRI yang bertugas di Kapal Teras BRI, menceritakan pengalaman aneh yang pernah dialaminya. Saat masih terjaga hingga larut malam, ia mendengar suara ketukan di dinding kamar yang menghadap ke Pulau Karya. Pengalaman horor ini membuatnya merinding dan memilih untuk segera tidur.

Warga Pulau Panggang pun mengakui keangkeran Pulau Karya. Sopyan Hadinata (38), seorang warga asli Pulau Panggang, mengungkapkan bahwa pulau tersebut dulunya merupakan tempat latihan menembak tentara pada era pemerintahan Soeharto. Warga dilarang mendekat saat latihan berlangsung, dan suara tembakan menjadi pertanda adanya aktivitas militer.

Namun, setelah kerusuhan tahun 1998, warga mulai menyadari bahwa suara tembakan tersebut bukan sekadar latihan, melainkan eksekusi. Sejak saat itu, 'latihan menembak' tidak pernah terjadi lagi.

Memasuki tahun 2000-an, Pulau Karya mulai dibangun. Saat menggali tanah, para pekerja menemukan puluhan tengkorak tanpa identitas. Masa lalu kelam Pulau Karya pun terkuak, menjadi cerita yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Kisah-kisah horor di Pulau Karya pun menjadi hal biasa bagi warga sekitar. Polisi yang bertugas di sana seringkali mengalami gangguan mistis, seperti berpindah tempat saat tidur.

Pulau Karya, dengan keindahan alamnya yang kontras dengan kisah kelam masa lalu, tetap menjadi daya tarik bagi mereka yang tertarik dengan sejarah dan misteri.