Kisah Kue Bongko Arosbaya: Warisan Rasa yang Bertahan Melintasi Generasi

Di sebuah sudut Desa Arosbaya, Bangkalan, Jawa Timur, aroma manis dan gurih menyeruak dari dapur Halimah. Di usianya yang senja, 68 tahun, Halimah masih setia meneruskan tradisi pembuatan kue bongko, warisan kuliner yang telah mengakar selama 55 tahun.

Mengolah Tradisi dengan Sentuhan Kasih

Dengan cekatan, jemari Halimah memilah lembaran daun pisang batu, jenis daun yang memberikan warna hijau alami pada kue bongko saat dikukus. Daun pisang batu menjadi pilihan utama, karena mampu mempertahankan warna hijau alami kue setelah proses pengukusan. Bahan dasar kue bongko adalah tepung beras yang dicampur dengan gula dan santan, menghasilkan cita rasa manis gurih yang begitu menggoda selera.

Halimah menawarkan tiga varian kue bongko: original, mutiara, dan pisang. Varian pisang menjadi hasil inovasi resep yang ternyata banyak diminati. Usaha ini dirintis sejak tahun 1970-an oleh nenek Halimah, Buk Ma, yang mendapatkan resep kue bongko saat bekerja di sebuah tempat pembuatan kue tradisional di Pandaan, Pasuruan. Resep warisan itu kemudian diturunkan dari generasi ke generasi, hingga kini menjadi andalan Halimah.

Dari Dapur Sederhana, Menjelajah Lidah Nusantara

Setiap hari, Halimah memproduksi sekitar 600 bungkus kue bongko. Jumlah ini meningkat dua kali lipat saat bulan Ramadhan tiba. Kue bongko dijual dengan harga Rp 5.000 per bungkus, yang kemudian dijual kembali oleh pelanggan dengan harga Rp 7.000 hingga Rp 10.000. Bahkan, Rumah Makan Sinjay, sebuah restoran terkenal di Bangkalan, memesan 200 bungkus kue bongko setiap harinya.

Halimah tidak menjual kue bongko buatannya secara langsung. Pelanggannya datang sendiri ke rumah untuk mengambil pesanan. Untuk memenuhi permintaan yang tinggi, Halimah melibatkan tetangga sekitar dalam proses produksi. Mulai dari mencetak daun pisang, mengupas kelapa, mengaduk adonan, membungkus, memasak, hingga mengantarkan pesanan.

Rahasia Kelezatan dan Ketahanan Kue Bongko

Halimah selalu memperhatikan setiap detail dalam proses pembuatan kue bongko. Ia menggiling sendiri beras menjadi tepung, kemudian menjemurnya hingga kering. Kelapa yang digunakan juga dibilas dengan air panas agar tidak mudah basi dan aromanya lebih keluar. Untuk varian pisang, Halimah memilih pisang raja yang manis.

Proses memasak dimulai pada pukul 03.00 dini hari. Adonan kue bongko yang masih cair dimasukkan ke dalam bungkusan daun pisang yang terdiri dari tiga lapis agar tidak bocor. Kue bongko kemudian dikukus selama 30 menit hingga matang. Halimah meyakini, kualitas bahan dan proses pengolahan yang tepat menjadi kunci utama dalam menghasilkan kue bongko yang lezat dan tahan lama.

Kue bongko buatan Halimah mampu bertahan lebih dari 16 jam tanpa basi. Tak heran, banyak pelanggannya yang membawanya hingga ke Malaysia, Brunei Darussalam, dan Australia. Ika Asfida, seorang pelanggan setia dari Blitar, mengaku selalu membeli kue bongko Halimah saat berkunjung ke Bangkalan. Ia merasakan perbedaan cita rasa yang khas pada kue bongko Halimah, yang membuatnya tetap nikmat dari dulu hingga sekarang.

Kisah Halimah dan kue bongko Arosbaya adalah cerminan dari bagaimana tradisi kuliner dapat bertahan dan berkembang melintasi generasi. Dengan sentuhan kasih dan perhatian pada kualitas, Halimah terus menjaga warisan rasa yang telah menjadi bagian dari identitas kuliner Bangkalan.