SPAI Mendesak Kejelasan Status Pekerja bagi Pengemudi Ojek Online Sesuai UU Ketenagakerjaan

Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) kembali menyuarakan penegasan status pekerja tetap bagi para pengemudi ojek online (ojol), taksi online, dan kurir yang bekerja di bawah naungan perusahaan aplikasi. Desakan ini muncul sebagai respons terhadap diskusi yang masih bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait status ketenagakerjaan para pengemudi ojol.

Ketua SPAI, Lily Pujiati, menegaskan bahwa landasan hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, secara jelas mengatur hubungan kerja yang mencakup tiga elemen penting: pekerjaan, upah, dan perintah. Menurut Lily, relasi antara perusahaan platform dan pengemudi ojol memenuhi ketiga unsur tersebut, sehingga sudah seharusnya dikategorikan sebagai hubungan kerja yang sah.

Lily menyoroti praktik yang dijalankan oleh perusahaan platform yang mengklasifikasikan pengemudi sebagai mitra, bukan pekerja. Padahal, unsur upah terpenuhi dengan adanya sistem penghasilan yang tertera di aplikasi pengemudi, yang menetapkan tarif untuk setiap order yang diselesaikan. Lebih lanjut, Lily mengungkapkan bahwa platform secara sepihak memotong sebagian besar dari pendapatan pengemudi, terkadang hingga mencapai 50 persen. Selain itu, unsur perintah juga sangat jelas terlihat dalam aplikasi pengemudi, di mana platform memberikan sanksi seperti penangguhan (suspend) atau pemutusan kemitraan jika pengemudi tidak mematuhi instruksi dalam menjalankan tugas pengantaran penumpang, barang, atau makanan.

SPAI mencontohkan praktik baik yang telah diterapkan di negara lain, seperti di Inggris, di mana perusahaan platform Uber diwajibkan untuk mengakui pengemudinya sebagai pekerja dan memberikan hak-hak yang sesuai dengan ketentuan upah minimum nasional. Lily berharap Komisi IX DPR RI tidak lagi ragu dalam menetapkan status pengemudi ojol, taksi online, dan kurir sebagai pekerja tetap, mengingat adanya payung hukum yang jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) juga telah mengumumkan rencana untuk menerbitkan aturan yang akan mempertegas status pengemudi ojol sebagai pekerja, dengan tujuan mengubah status mereka dari mitra menjadi pekerja. Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Emmanuel Ebenezer, menargetkan aturan ini dapat diterbitkan setelah Lebaran 2025. Kemenaker saat ini tengah merumuskan dan mengkaji bentuk regulasi yang paling tepat, baik berupa Peraturan Menteri (Permen) atau Peraturan Pemerintah (PP), untuk memastikan para pengemudi memiliki status hukum yang jelas.

Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi untuk membahas rencana tersebut. Kedua menteri sepakat bahwa transportasi online membutuhkan aturan yang jelas, baik untuk aplikator maupun pengemudi. Dalam waktu dekat, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Ketenagakerjaan akan mengadakan pertemuan untuk membahas lebih detail mengenai rencana tersebut.

"Jadi, kemarin Pak Menhub (Dudy Purwagandhi) sudah datang, kemudian kemarin di istana, di tengah rapat terbatas, saya juga bicara dengan Menaker. Kita sudah akan janjian untuk bicara tiga kementerian ini," ujarnya.

"Karena sebelumnya mungkin satu persatu gitu untuk memikirkan bagaimana aturan yang baik untuk sistem transportasi online. Pada dasarnya perlu diatur. Jadi, kalau sekarang belum ada aturannya, kita semua sepakat bahwa perlu ada aturan," sambungnya.