Mantan Wakil KSAD Soroti Memudarnya Ingatan Generasi Muda Terhadap Pahlawan Nasional

Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Letnan Jenderal TNI (Purn) Kiki Syahnakri, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai semakin berkurangnya pengetahuan generasi muda tentang para pahlawan kemerdekaan Indonesia. Pengalaman pribadinya menjadi pemicu keprihatinan tersebut.

Kiki Syahnakri menceritakan sebuah kejadian yang dialaminya saat menerima kunjungan dua pimpinan cabang sebuah bank di kantornya. Ia menilai kedua anak muda itu memiliki kapasitas intelektual yang baik, terbukti dari wawasan luas dan kemampuan komunikasi yang mumpuni. Namun, Kiki terkejut ketika keduanya menunjukkan kurangnya pemahaman tentang sejarah dan tokoh-tokoh penting bangsa.

"Saat melihat foto Jenderal Ahmad Yani di ruangan saya, salah seorang pimpinan cabang bertanya, 'Pak, ini foto tahun berapa?'" ujar Kiki, menirukan pertanyaan tersebut dalam acara peluncuran buku otobiografinya yang berjudul Hingga Salvo Terakhir, Bakti Prajurit TNI, di Jakarta.

Kiki merasa perlu memberikan penjelasan kepada kedua pegawai bank tersebut bahwa foto itu bukanlah foto dirinya, melainkan potret Jenderal Ahmad Yani, seorang pahlawan nasional yang gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S). Lebih lanjut, Kiki mencoba menguji pengetahuan mereka tentang tokoh-tokoh nasional lainnya.

Ia menunjukkan foto Jenderal Sudirman, sosok yang sangat dikenal dan namanya diabadikan sebagai nama jalan protokol utama di Jakarta. Namun, lagi-lagi Kiki mendapati bahwa kedua anak muda itu tidak mengenali Jenderal Sudirman.

"Masa tidak kenal ini?" tanya Kiki. Salah seorang dari mereka bahkan bertanya kepada rekannya, dan ternyata sama-sama tidak tahu. Kiki kemudian menjelaskan bahwa itu adalah foto Jenderal Sudirman, seorang pemimpin besar bangsa. Salah seorang pegawai bank itu kemudian mengatakan bahwa ia merasa malu karena setiap hari melewati jalan Sudirman dan melihat patungnya, namun tidak menyadari siapa sosok tersebut.

Kiki Syahnakri melihat peristiwa ini sebagai indikasi memudarnya nilai-nilai perjuangan dan patriotisme di kalangan generasi muda. Ia menekankan pentingnya menanamkan kembali nilai-nilai tersebut agar generasi penerus bangsa tidak melupakan sejarah dan jasa-jasa para pahlawan.

Kekhawatiran inilah yang mendorong Kiki untuk menyisipkan nilai-nilai kebangsaan dan patriotisme dalam buku otobiografinya. Ia berharap buku tersebut dapat menjadi pengingat dan inspirasi bagi generasi muda untuk lebih menghargai sejarah dan para pahlawan bangsa.

Judul Hingga Salvo Terakhir sendiri terinspirasi dari pidato Kepala Staf Komando Keamanan dan Ketertiban (Kaskopkamtib) Jenderal TNI (Purn) Widjojo Soejono. Istilah salvo mengacu pada prosesi penghormatan terakhir dalam upacara pemakaman militer, yang ditandai dengan tembakan serentak ke udara. Kiki memaknai salvo terakhir sebagai pengabdian seorang prajurit yang tidak pernah berakhir, bahkan hingga akhir hayat.

Hingga Salvo Terakhir, Bakti Prajurit TNI merupakan otobiografi setebal 352 halaman yang ditulis Kiki Syahnakri selama dua tahun. Buku ini tidak hanya menceritakan perjalanan hidup dan karier Kiki sebagai seorang prajurit TNI, tetapi juga memuat refleksi dan pemikirannya tentang berbagai isu kebangsaan, termasuk pentingnya menjaga nilai-nilai patriotisme di era globalisasi.