Praktik Penahanan Ijazah Karyawan Terungkap: Sanel Tour Pekanbaru Dituding Langgar Hak Pekerja
Kasus dugaan penahanan ijazah milik mantan karyawan oleh perusahaan Sanel Tour and Travel di Pekanbaru semakin mencuat ke permukaan, memicu gelombang protes dan sorotan tajam dari berbagai pihak.
Sejumlah mantan karyawan mengaku menjadi korban praktik kontroversial ini, di mana ijazah asli mereka ditahan oleh perusahaan dengan berbagai alasan. Salah seorang korban, Muhammad Garry Luthfi, mengungkapkan pengalamannya yang pahit. Ia hanya bekerja selama satu hari sebagai kurir ekspedisi yang bermitra dengan Sanel Tour, namun ijazah SMK miliknya hingga kini belum dikembalikan.
"Saya masuk kerja Desember 2018 sebagai kurir Lion Parcel. Proses wawancara dilakukan di kantor Sanel, dan saya menyerahkan ijazah asli dengan tanda terima. Staf yang menerima ijazah saya bernama Ayi," ujar Garry.
Garry memutuskan untuk mengundurkan diri setelah satu hari bekerja karena merasa kondisi kerja tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ia merasa tidak mendapatkan kompensasi yang layak, seperti uang bensin, dan tidak terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Beban kerja yang berat dengan menggunakan kendaraan pribadi juga menjadi pertimbangan utama.
Setelah berhenti, Garry berupaya mengambil kembali ijazahnya, namun upayanya selalu menemui jalan buntu. Pihak perusahaan menolak dengan alasan yang tidak jelas, bahkan menuntut denda belasan juta rupiah jika Garry ingin ijazahnya dikembalikan.
"Saya mendatangi kantor Sanel dan bertemu dengan Ayi yang menerima ijazah saya. Namun, Ayi menolak mengembalikan ijazah saya dengan nada ketus. Saya juga tidak diizinkan bertemu dengan pemilik perusahaan, Santi," ungkap Garry.
Frustrasi dengan situasi tersebut, ibu Garry bahkan sampai menangis mengetahui ijazah anaknya ditahan. Ia merasa sedih karena ijazah tersebut diperoleh dengan susah payah melalui pendidikan.
"Ibu saya sangat sedih dan tidak rela ijazah saya ditahan. Beliau mengatakan bahwa ijazah itu didapatkan dengan susah payah," tutur Garry.
Upaya Garry untuk bertemu dengan pimpinan perusahaan juga selalu gagal. Ia pernah datang ke kantor, namun selalu mendapat alasan bahwa bos perusahaan sedang berada di luar negeri dan tidak bisa ditemui. Merasa putus asa, Garry sempat menghentikan usahanya untuk menuntut ijazahnya kembali. Beruntung, ia sempat memindai ijazahnya sebelum lulus sekolah, sehingga masih bisa melanjutkan kuliah.
Kasus ini semakin mencuat setelah banyak mantan karyawan lain yang mengalami nasib serupa. Jumlah korban yang mengaku ijazahnya ditahan kini mencapai 40 orang. Garry pun akhirnya ikut bergabung dengan para korban lain untuk memperjuangkan hak mereka.
"Saya melihat banyak teman-teman yang berjuang, makanya saya ikut juga. Saya sangat membutuhkan ijazah itu," tegasnya.
Garry menduga bahwa penahanan ijazah adalah strategi perusahaan untuk memaksa karyawan tetap bertahan bekerja.
"Ijazah ditahan agar saya tidak keluar dan tetap bekerja. Mereka beralasan perusahaan sudah lelah merekrut karyawan baru," tambahnya.
Saat ini, Garry dan para mantan karyawan lainnya berharap agar perusahaan segera mengembalikan ijazah mereka.
Pihak Sanel Tour and Travel melalui pemiliknya, Santi, membantah tuduhan tersebut. Ia mengklaim bahwa mantan karyawan ekspedisi tersebut bukan bagian dari perusahaannya dan tidak ada hubungan kerja sama.
"Mereka bukan karyawan Sanel. Kami tidak ada hubungannya dengan ekspedisi dan tidak ada kontrak kerja. Perusahaan saya bergerak di bidang tour, bukan ekspedisi," kata Santi.
Kasus ini mencuat setelah dilaporkan ke anggota DPRD Pekanbaru dan mendapat perhatian dari Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan. Wamenaker bahkan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke kantor Sanel.
Namun, pihak perusahaan sempat enggan menemui rombongan Wamenaker dan Dinas Tenaga Kerja Riau. Pertemuan baru terjadi setelah Wamenaker meninggalkan lokasi.
Kasus ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian publik. Banyak pihak berharap agar permasalahan ini segera diselesaikan dan hak-hak para pekerja dapat dipenuhi.