Jemunak: Kuliner Ramadan Khas Gunungpring Magelang yang Terus Bertahan Tiga Generasi
Jemunak: Legenda Rasa dari Gunungpring Magelang
Di tengah hiruk pikuk bulan Ramadan, Kabupaten Magelang menyimpan pesona kuliner unik yang hanya hadir setahun sekali: Jemunak. Jajanan tradisional ini menjadi primadona warga Gunungpring, Muntilan, dan sekitarnya, sebuah bukti kelangsungan tradisi kuliner yang diwariskan turun-temurun.
Jemunak, kudapan berbahan dasar singkong yang diolah dengan keahlian turun temurun, memiliki tekstur yang lembut dan kenyal. Proses pembuatannya pun terbilang unik. Singkong pilihan, sebanyak 15 kilogram per hari selama bulan Ramadan, dicampur dengan 3 kilogram ketan untuk menghasilkan tekstur yang khas. Kedua bahan ini kemudian dikukus dan ditumbuk hingga mencapai tingkat kekenyalan yang sempurna. Proses yang memakan waktu ini dilakukan oleh Kasmirah (54) dan Ponisih (57), dua saudara perempuan yang telah meneruskan tradisi keluarga ini hingga generasi ketiga. Mereka memulai proses pembuatan mulai subuh, mengupas singkong sebelum memulai proses pengukusan sekitar pukul 6 pagi. Proses pembuatan yang melibatkan pengukusan dua kali dan penumbukan ini berlangsung hingga pukul 15.00 WIB, disusul proses pembungkusan yang dilakukan Kasmirah hingga pukul 16.00 WIB.
"Untuk perbandingan bahannya singkong 15 kg, beras ketan 3 kg. Ini proses dua kali mengukus dan menumbuk," jelas Kasmirah saat ditemui di Karaharjan, Gunungpring, Muntilan, Jumat (7/3/2025). Jemunak yang dibungkus rapi dengan daun pisang kemudian disajikan dengan parutan kelapa dan air gula, menambah cita rasa manis yang begitu menggugah selera. Khasiatnya pun tak kalah menarik; jemunak mampu bertahan hingga setelah sahur, tetap terasa lezat dan nikmat.
Lebih dari sekadar makanan, Jemunak merepresentasikan semangat Ramadan di Gunungpring. Kehadirannya hanya di bulan suci ini menjadikan Jemunak semakin istimewa. Setelah Ramadan, Kasmirah dan Ponisih kembali fokus pada produk makanan lain, seperti nagasari, mutiara, ketan bubuk, dan lumpia, menunjukkan keahlian kuliner mereka yang beragam. Namun, Jemunak tetap menjadi puncak keahlian dan kebanggaan mereka. Pada periode Lebaran, mereka beralih memproduksi tape ketan dengan perkiraan mencapai 50 kg.
Harga Jemunak yang terjangkau, hanya Rp 3.500 per bungkus, membuatnya semakin mudah diakses oleh masyarakat. Rasanya yang lezat, dipadukan dengan juruh (sejenis saus atau tambahan), semakin melengkapi kelezatan Jemunak. Tradisi pembuatan Jemunak yang telah berlangsung hingga tiga generasi menjadi bukti nyata bagaimana warisan kuliner mampu bertahan dan tetap relevan di tengah perubahan zaman. Keberadaan Jemunak bukan hanya sekadar jajanan, tetapi cerminan budaya dan kearifan lokal Gunungpring yang patut dijaga dan dilestarikan.
Proses Pembuatan Jemunak:
- Pemilihan singkong dan beras ketan berkualitas.
- Pengupasan singkong (setelah subuh).
- Pengukusan singkong dan ketan.
- Penumbukan hingga tekstur kenyal tercapai.
- Pembungkusan dengan daun pisang.
- Penyajian dengan parutan kelapa dan air gula.