Kasus Langka: Remaja Alami Nyeri Perut Akut Akibat Infeksi Cacing Kremi di Usus Buntu

Nyeri perut bagian kanan bawah sering menjadi indikasi awal dugaan apendisitis atau radang usus buntu, khususnya pada kalangan remaja dan dewasa muda. Meskipun demikian, sumber masalah yang mendasari keluhan tersebut bisa jadi beragam dan tidak terduga.

Sebuah laporan kasus yang diterbitkan dalam jurnal medis Cureus mengungkap sebuah temuan menarik terkait seorang remaja perempuan yang mengalami nyeri perut. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa penyebabnya bukan hanya sekadar masalah pada usus buntu. Dalam kasus ini, tim medis menemukan adanya infeksi cacing kremi (Enterobius vermicularis) yang signifikan di dalam usus buntu pasien. Kondisi ini tergolong langka dan jarang terdiagnosis secara klinis, sehingga menambah kompleksitas penanganan.

Kronologi kasus ini bermula ketika seorang remaja putri berusia 15 tahun datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang muncul secara mendadak. Selain rasa sakit, pasien juga mengalami mual, muntah, dan penurunan nafsu makan (anoreksia). Namun, ia tidak menunjukkan gejala demam, batuk, diare, gangguan berkemih seperti disuria atau oliguria, maupun masalah pernapasan seperti sesak napas.

Riwayat kesehatan pasien sebelumnya dan riwayat keluarga tidak memberikan petunjuk adanya kondisi medis yang relevan. Pasien telah menerima imunisasi lengkap dan tidak memiliki catatan alergi. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan kondisi pasien relatif stabil. Suhu tubuhnya normal, denyut nadi dan laju pernapasan dalam batas normal. Pemeriksaan jantung dan paru-paru dengan stetoskop tidak menemukan kelainan baru, kecuali murmur jantung yang sudah lama diketahui.

Saat pemeriksaan abdomen, perut pasien terasa lunak, tidak ada tanda-tanda distensi atau pembengkakan, dan suara usus terdengar normal. Tidak teraba massa abnormal. Akan tetapi, terdapat nyeri tekan yang terlokalisasi di bagian kanan bawah perut. Untuk mengidentifikasi penyebab nyeri tersebut, dilakukan pemeriksaan penunjang.

Hasil USG panggul menunjukkan adanya kista ovarium kecil, sementara CT scan mengungkap adanya konstipasi ringan. Namun, tidak ada temuan yang secara jelas mengindikasikan adanya radang usus buntu. Setelah dua hari, gejala yang dialami pasien semakin memburuk. Dokter yang menangani akhirnya memutuskan untuk melakukan tindakan apendektomi atau pengangkatan usus buntu sebagai langkah pencegahan.

Saat dilakukan pembedahan, tim dokter terkejut menemukan bahwa usus buntu pasien dipenuhi dengan Enterobius vermicularis, atau yang lebih dikenal sebagai cacing kremi. Temuan ini mengindikasikan bahwa infeksi cacing kremi yang masif menjadi penyebab utama keluhan dan penurunan kondisi klinis pasien, bukan kista ovarium yang sebelumnya terdeteksi.

Infeksi cacing kremi adalah kondisi yang umum terjadi, terutama pada anak-anak usia 6 hingga 15 tahun. Penyebarannya sangat mudah melalui telur-telur mikroskopis yang menempel pada tangan, permukaan benda, atau makanan yang terkontaminasi. Setelah tertelan, telur akan menetas di dalam usus, dan cacing dewasa dapat menyebabkan rasa gatal di sekitar anus, terutama pada malam hari.

Laporan kasus ini menyoroti tantangan diagnostik dalam mengidentifikasi Enterobius vermicularis sebagai penyebab potensial pada pasien yang menunjukkan gejala mirip radang usus buntu. Kasus ini menjadi pengingat bagi para klinisi untuk mempertimbangkan kemungkinan infeksi parasit sebagai diagnosis banding, terutama pada pasien dengan gejala atipikal atau hasil pemeriksaan yang tidak konklusif.