Meraih Ketenangan Jiwa di Bulan Ramadan: Perspektif Prof. Nasaruddin Umar

Meraih Ketenangan Jiwa di Bulan Ramadan: Perspektif Prof. Nasaruddin Umar

Ketenangan jiwa, sebuah anugerah yang didambakan banyak orang, bukanlah komoditas yang bisa dibeli dengan materi. Kemewahan dan kenyamanan duniawi, sekaya apa pun, tak menjamin kedamaian batin. Hal ini ditegaskan oleh Prof. Nasaruddin Umar dalam sesi kultum di detikcom, Minggu (2/3/2025). Beliau menjelaskan, ketenangan sesungguhnya dapat ditemukan bahkan dalam kesederhanaan, bukan hanya di hotel mewah atau restoran ternama. “Kenyamanan bisa kita beli di hotel mewah, kelezatan di restoran, tetapi ketenangan? Itu anugerah yang tak terukur harganya,” ujarnya.

Prof. Nasaruddin, Imam Besar Masjid Istiqlal, lebih lanjut memaparkan bahwa ketenangan merupakan buah dari ketaatan dan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketenangan sendiri terbagi dalam beberapa tingkatan. Ada ketenangan fisik, seperti terhindar dari bencana alam atau memiliki akses terhadap kenyamanan material; dan ketenangan intelektual, yang tercermin dalam prestasi akademik atau penguasaan ilmu pengetahuan. Namun, puncaknya adalah ketenangan batin—tingkatan yang paling sulit diraih.

“Ketenangan batin adalah puncaknya, dan seringkali tak dimiliki oleh mereka yang kaya raya. Banyak orang kaya yang hatinya tak tenang karena dosa dan perbuatan tercela; korupsi, pengkhianatan, dan perbuatan lainnya yang menimbulkan keresahan batin,” jelas Menteri Agama tersebut. Ia menekankan pentingnya menjauhi perbuatan zalim dan dosa sebagai kunci meraih ketenangan. Dua beban terberat yang menyiksa jiwa manusia, menurut beliau, adalah rasa bersalah dan perasaan berdosa.

Namun, ada setitik harapan. Rasa bersalah setelah berbuat dosa, kata Prof. Nasaruddin, menandakan bahwa hati masih terbuka untuk pertobatan. Berbeda dengan mereka yang terbiasa berbuat dosa tanpa rasa bersalah, yang hatinya telah tertutup dari cahaya kebaikan. “Jika kita masih merasa gelisah setelah berbuat dosa, itu tanda masih ada kesempatan untuk bertaubat. Tapi jika seseorang berbuat dosa dan masih bisa tertawa lepas, maka pintu taubat telah tertutup,” tambahnya.

Di penghujung sesi kultumnya, Prof. Nasaruddin mengajak umat Islam untuk memanfaatkan Ramadan sebagai momentum meraih ketenangan jiwa. Dengan meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, ketenangan lahir dan batin dapat dicapai. Beliau juga mengingatkan pentingnya introspeksi diri dan memperbaiki diri di bulan penuh berkah ini.

Sesi lengkap “Kontemplasi Ramadan” bersama Prof. Nasaruddin Umar dapat disaksikan di detikcom setiap pukul 20.30 WIB selama bulan Ramadan.