KPK Ungkap Alasan Penggunaan Bukti Sadapan Telepon dalam Sidang Kasus Hasto Kristiyanto
KPK Jelaskan Strategi Pembuktian dalam Sidang Kasus Hasto Kristiyanto
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan penjelasan terkait penggunaan bukti penyadapan telepon dalam persidangan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, yang terjerat kasus dugaan suap terkait pengurusan penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dengan tersangka Harun Masiku. Menurut KPK, setiap alat bukti yang diajukan dalam persidangan didasari oleh kebutuhan untuk memperjelas dan membuktikan perkara yang sedang berjalan.
"Seluruh alat bukti yang dibuka oleh jaksa penuntut umum di sidang didasari oleh kebutuhan pembuktian. Jadi, kapan alat bukti itu disajikan di persidangan, tentunya yang memiliki penilaian dan kewenangan adalah jaksa penuntut umum," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (25/4/2025).
Tessa menjelaskan bahwa rekaman tersebut dinilai penting untuk dihadirkan dalam persidangan saat ini. Ia juga menambahkan bahwa bukti ini sebelumnya tidak dibuka pada sidang-sidang sebelumnya karena dianggap belum relevan atau diperlukan pada saat itu.
"Kalau pertanyaannya kenapa di persidangan yang lalu tidak disajikan, jawabannya sudah paham ya, karena pada saat itu memang tidak dibutuhkan atau belum dibutuhkan untuk disajikan, demikian," jelas Tessa.
Jaksa KPK sebelumnya mengungkap hasil penyadapan dalam kasus suap pengurusan PAW Harun Masiku. Hasil penyadapan itu baru terungkap dalam sidang dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Kasus Harun Masiku sendiri bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Januari 2020. Setelah OTT, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, antara lain:
- Wahyu Setiawan (Komisioner KPU saat itu)
- Agustiani Tio (orang kepercayaan Wahyu)
- Saeful Bahri (perantara suap)
- Harun Masiku (caleg PDIP yang diduga sebagai pemberi suap)
Wahyu, Agustiani, dan Saeful telah menjalani proses peradilan. Namun, Harun Masiku masih berstatus buron hingga saat ini.
Selama persidangan ketiga terdakwa pada tahun 2020, jaksa KPK tidak banyak mengungkap hasil penyadapan komunikasi di ruang sidang. Hanya satu kali jaksa KPK menyinggung komunikasi antara Hasto, yang saat itu menjadi saksi, dengan Saeful yang saat itu menjadi terdakwa. Dalam percakapan melalui WhatsApp tersebut, Hasto dan Saeful membahas mengenai uang muka (DP) untuk proyek penghijauan. Hasto menjelaskan bahwa percakapan dengan Saeful membahas rencana penghijauan gedung kantor DPP PDIP dengan taman vertikal senilai Rp 600 juta.
Setelah melalui serangkaian persidangan, Saeful dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 1 tahun 8 bulan penjara. Sementara itu, Wahyu divonis 7 tahun penjara dan Agustiani Tio divonis 4 tahun penjara.
Pada akhir tahun 2024, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto dan seorang pengacara bernama Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru dalam kasus Harun Masiku. Hasto didakwa melakukan tindakan menghalangi penyidikan dan ikut menyuap Wahyu bersama Harun Masiku.
Ungkapan Sadapan 'Perintah Ibu'
Dalam persidangan pemeriksaan saksi untuk terdakwa Hasto, jaksa KPK mengungkapkan hasil penyadapan yang salah satu percakapannya menyinggung tentang "perintah ibu".
"Tadi Mas Hasto telepon lagi bilang ke Wahyu ini garansi saya, ini perintah dari ibu dan garansi saya. Jadi bagaimana caranya supaya ini terjadi," ujar Saeful dalam rekaman percakapan antara Saeful dengan Agustiani yang diputar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/4).
Namun, identitas "ibu" yang dimaksud dalam percakapan tersebut tidak dijelaskan secara detail. Saeful juga menyampaikan pesan dari Hasto agar mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, bertemu dengan pengacara PDIP, Donny Tri Istiqomah. Saeful mengatakan bahwa Hasto meminta pertemuan tersebut dilakukan sebelum rapat pleno KPU diselenggarakan.
"Sebelum pleno itu ketemu Donny dulu biar dipaparin hukumnya. Terus kemudian yang kedua mbak Tio udah ketemu belum sama tim hukumnya," ucap Saeful dalam rekaman itu.
Politisi PDIP, Guntur Romli, menanggapi isi sadapan yang mencatut nama "ibu" sebagai klaim dan kebohongan.
"Itu hanya klaim, itu bohong dengan mengatasnamakan Sekjen PDI Perjuangan, dalam sidang kemarin Agustiani Tio juga menjelaskan bahwa Saeful Bahri memang sering menyebut nama Sekjen," kata Guntur Romli saat dikonfirmasi, Jumat (25/4).