Indonesia Berpotensi Jadi Eksportir Utama Hidrogen Hijau, Ini Strategi Nasional yang Dibutuhkan

Peluang Indonesia dalam Pasar Hidrogen Hijau Global

Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain kunci dalam pasar hidrogen hijau global yang terus berkembang. Proyeksi pasar hidrogen di Asia Tenggara menunjukkan pertumbuhan signifikan, mencapai 51 miliar dollar AS pada tahun 2030 dan melonjak menjadi 141 miliar dollar AS pada tahun 2050. Sepertiga dari permintaan hidrogen global pada tahun 2050 diperkirakan akan dipenuhi melalui perdagangan lintas negara, membuka peluang ekspor yang luas bagi Indonesia.

Menyadari potensi ini, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menekankan perlunya membangun ekosistem hidrogen hijau yang kompetitif di Indonesia. Hidrogen hijau bukan hanya mendukung upaya dekarbonisasi, tetapi juga membuka pasar baru dan memperkuat ketahanan energi nasional. Untuk mewujudkan ekonomi hidrogen hijau yang kompetitif, diperlukan pendekatan terkoordinasi yang mencakup pengembangan teknologi, regulasi, pembiayaan, dan kerja sama internasional.

Enam Strategi Membangun Ekosistem Hidrogen Hijau

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis di berbagai bidang, di antaranya :

  • Mempercepat Pengembangan Teknologi dan Energi Terbarukan: Pemerintah perlu mengakselerasi pengembangan teknologi dan energi terbarukan untuk menurunkan biaya produksi hidrogen. Selain itu, mendorong produksi lokal elektroliser melalui kemitraan publik-swasta.
  • Integrasi Hidrogen ke Sektor Ketenagalistrikan dan Industri: Pemerintah perlu mengintegrasikan hidrogen ke sektor ketenagalistrikan dan industri pupuk atau kilang, serta memulai ekspor melalui kesepakatan dengan pembeli internasional.
  • Pengembangan Infrastruktur: Pemerintah perlu mengembangkan infrastruktur. Salah satunya dengan membangun jalur pipa dan stasiun pengisian hidrogen, serta mengkaji kesiapan pelabuhan untuk ekspor amonia.
  • Insentif dan Pembiayaan: Pemerintah perlu memberikan jaminan offtaker oleh badan usaha milik negara (BUMN) serta insentif harga dan pengenaan karbon untuk mengurangi risiko investasi awal.
  • Kebijakan dan Regulasi: Pemerintah perlu menyusun klasifikasi dan sertifikasi hidrogen nasional, memasukkan proyek hidrogen ke dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), serta memperkuat kebijakan energi terbarukan yang mendukung proyek hidrogen.
  • Peningkatan Keahlian Sumber Daya Manusia (SDM): Pemerintah perlu melakukan langkah ini melalui pelatihan, sertifikasi, dan pemetaan kebutuhan tenaga kerja untuk mendukung seluruh rantai nilai hidrogen hijau.

Menekan Biaya Produksi Hidrogen Hijau

Analisis IESR menunjukkan bahwa biaya produksi hidrogen hijau (LCOH) dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Indonesia berpotensi menurun secara signifikan seiring dengan penurunan biaya listrik dari energi surya dan angin, serta penurunan harga teknologi elektroliser. Saat ini, LCOH berkisar antara 4,3 hingga 8,3 dollar AS per kilogram. Namun, dengan implementasi strategi yang tepat, Indonesia berpeluang menurunkan biaya produksi hingga 2 dollar AS per kilogram sebelum tahun 2040, bahkan mungkin tercapai pada tahun 2030 jika ekosistem energi hijau dapat segera dikembangkan.

Investasi dan Kolaborasi

Untuk merealisasikan potensi Indonesia sebagai pemain utama dalam pasar energi bersih global, investasi dalam ekosistem hidrogen hijau perlu dimulai dari hulu hingga hilir. Langkah-langkah terencana dan konsisten akan memungkinkan Indonesia menjadi pusat produksi dan ekspor hidrogen rendah karbon di kawasan ASEAN.

IESR melalui proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI), menginisiasi terbentuknya Komunitas Hidrogen Hijau Indonesia (KH2I) sebagai wadah kolaborasi antara para pemangku kepentingan. Komunitas ini akan memfasilitasi kegiatan riset, dialog kebijakan, dan pengembangan pasar untuk mendorong implementasi hidrogen hijau sebagai bagian integral dari upaya dekarbonisasi nasional.