Kasus Langka: Wanita Muda di London Didiagnosis Limfoma Stadium 4 Setelah Dikira Terinfeksi COVID-19
Evgenia, seorang wanita berusia 27 tahun asal London, Inggris, berbagi kisah pahitnya mengenai diagnosis kanker limfoma stadium 4 yang ia terima di usia 25 tahun. Kisah ini menjadi pengingat bahwa kanker dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang usia.
Berawal dari gejala yang menyerupai infeksi COVID-19, seperti batuk terus-menerus, nyeri bahu, dan kelelahan yang berlebihan, Evgenia awalnya tidak menaruh curiga. Ia bahkan mengira dirinya hanya terpapar virus corona. Namun, seiring berjalannya waktu, gejala-gejala tersebut justru semakin memburuk. Ruam kulit mulai bermunculan dan rasa nyeri hebat menusuk tulang belikatnya, mendorongnya untuk segera mencari pertolongan medis.
Pada Juli 2023, Evgenia menjalani biopsi. Selama masa penantian hasil biopsi, kondisinya semakin memburuk. Batuknya menjadi tak terkendali, suaranya mulai serak hingga sulit berbicara, dan aktivitas sehari-hari pun terasa sangat berat. Hasil biopsi akhirnya mengungkap kenyataan pahit: Evgenia didiagnosis menderita limfoma stadium 4, sebuah jenis kanker yang menyerang sistem limfatik.
Limfoma adalah kanker yang bermula pada sistem limfatik, jaringan penting yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sistem ini terdiri dari kelenjar getah bening, limfa, kelenjar timus, dan sumsum tulang. Kanker ini dapat menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh jika tidak segera ditangani.
"Saya sebenarnya sudah punya firasat bahwa mungkin saja saya menderita kanker. Menurut saya, lebih baik tahu daripada tidak tahu sama sekali," ujar Evgenia, seperti dikutip dari Mirror.
Diagnosis yang terlambat dan stadium kanker yang sudah lanjut mengharuskan Evgenia untuk segera menjalani kemoterapi agresif. Setelah beberapa bulan menjalani pengobatan yang berat, hasil pemindaian menunjukkan bahwa Evgenia memasuki tahap remisi, sebuah kondisi di mana tanda-tanda kanker menghilang.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Pemeriksaan awal tahun 2024 menunjukkan bahwa kanker yang dideritanya telah kambuh. Tim dokter kemudian memutuskan untuk memberikan kombinasi imunoterapi dan kemoterapi sebagai langkah pengobatan selanjutnya. Rencananya, perawatan ini akan berlangsung selama dua tahun.
Saat ini, Evgenia kembali memasuki tahap remisi. Meskipun demikian, rasa takut akan kemungkinan kambuhnya kanker masih menghantuinya. Ia harus rutin mengunjungi rumah sakit setiap tiga minggu untuk menjalani perawatan lanjutan. Meskipun tidak sen berat pengobatan tahap pertama, ia mengakui bahwa proses ini tetaplah melelahkan.
"Saya harus datang ke rumah sakit setiap tiga minggu sekarang, dan itu tidak sesulit pengobatan tahap pertama. Pertama kali, saya merasa sangat tidak enak badan. Saya benar-benar kelelahan, dan bahkan berjalan jarak pendek pun sulit," ungkapnya.
Evgenia bersyukur karena terapi kombinasi eksperimental yang ia jalani memberikan efek samping yang minimal pada fisiknya. Ia masih bisa beraktivitas sehari-hari, meskipun tidak seaktif sebelum sakit. Selain menjalani terapi medis, Evgenia juga menekuni kegiatan menulis untuk membantu menjaga kesehatan mentalnya.
"Aspek emosional sangat penting bagi saya. Saya mencoba untuk tetap positif dan percaya pada yang terbaik. Dan saya pikir itu sangat membantu saya sepanjang perjalanan hidup saya," pungkasnya.
Kisah Evgenia ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk selalu waspada terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh dan segera mencari pertolongan medis jika merasakan gejala yang tidak biasa. Deteksi dini adalah kunci utama dalam keberhasilan pengobatan kanker.