Le Minerale Kembali Diterpa Isu Hoaks Terkait Israel, Diduga Ada Upaya Delegitimasi Produk Nasional

Gelombang disinformasi di era digital kembali menghantam merek air minum dalam kemasan (AMDK) nasional, Le Minerale. Sebuah video yang beredar luas melalui platform pesan instan kembali menuduh adanya afiliasi antara Le Minerale dan Israel. Tuduhan ini, yang sebelumnya telah dibantah oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kembali mencuat dan memicu keresahan di masyarakat.

Kominfo, melalui pernyataan resminya, telah menegaskan bahwa informasi yang menghubungkan Le Minerale dengan entitas asing, khususnya Israel, adalah hoaks. Masyarakat diimbau untuk tidak serta merta mempercayai informasi yang belum terverifikasi kebenarannya, terutama yang berpotensi menimbulkan kegaduhan dan merugikan pihak-pihak tertentu.

Menanggapi isu yang kembali mencuat, PT Tirta Fresindo Jaya, produsen Le Minerale, menegaskan komitmennya sebagai perusahaan nasional. Marketing Director PT Tirta Fresindo Jaya, Febri Satria Hutama, menyatakan bahwa video yang beredar adalah konten lama yang terus didaur ulang. Ia menegaskan bahwa Le Minerale justru menjadi merek lokal pertama yang secara terbuka mengecam tindakan genosida di Gaza.

Lebih lanjut, Febri menjelaskan bahwa Le Minerale aktif menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Palestina, berupa ribuan galon air dan produk air kemasan. Distribusi bantuan ini dilakukan bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), sebagai wujud kepedulian terhadap penderitaan masyarakat Gaza. Febri juga menegaskan bahwa Le Minerale adalah produk asli Indonesia, dengan kepemilikan dan tenaga kerja 100 persen berasal dari Indonesia.

Berikut pernyataan resmi dari pihak Le Minerale:

  • Kepemilikan 100% Indonesia
  • Karyawan 100% WNI
  • Produk sepenuhnya diproduksi di Indonesia
  • Tidak ada operasional maupun investasi di Israel

Pengamat ekonomi, Suroto, menyoroti potensi persaingan bisnis tidak sehat di balik penyebaran hoaks ini. Ia menjelaskan bahwa perusahaan nasional seperti Le Minerale, yang tidak memiliki keterkaitan dengan pihak luar, menjadi sasaran boikot akibat unggahan viral di media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa opini publik dapat terbentuk tanpa proses klarifikasi, yang sangat merugikan pelaku usaha nasional.

Suroto menambahkan, disinformasi semacam ini tidak hanya merusak reputasi merek, tetapi juga dapat berdampak luas pada kepercayaan konsumen. Masyarakat perlu lebih bijak dan kritis dalam menerima informasi, serta melakukan pengecekan fakta melalui sumber-sumber resmi sebelum menyebarkannya.

Maraknya hoaks di era digital menuntut masyarakat untuk lebih waspada dan selektif dalam menerima informasi. Upaya verifikasi melalui sumber terpercaya menjadi kunci untuk melawan disinformasi dan melindungi perusahaan-perusahaan nasional dari kampanye hitam yang merugikan.