Pengembangan Pembangkit Listrik Gas Skala Besar Picu Kekhawatiran Perlambatan Energi Terbarukan
Rencana ambisius pemerintah untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga gas hingga 22 gigawatt (GW) memicu kekhawatiran serius di kalangan pengamat energi dan lingkungan. Ekspansi masif ini dikhawatirkan akan menghambat perkembangan energi terbarukan dan mengunci Indonesia dalam ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyoroti bahwa investasi besar-besaran dalam pembangkit listrik tenaga gas akan menciptakan hambatan signifikan bagi pemain di sektor energi terbarukan. Menurutnya, alokasi sumber daya yang besar untuk infrastruktur gas akan menyulitkan energi terbarukan untuk bersaing dan berkembang.
Bhima juga menekankan pentingnya mempertimbangkan seluruh rantai pasok gas, mulai dari eksplorasi dan eksploitasi hingga transportasi ke pembangkit listrik. Biaya keseluruhan infrastruktur ini sangat mahal dan dapat membebani perekonomian.
Laporan terbaru dari Celios dan Greenpeace Indonesia mengungkapkan dampak negatif dari ekspansi pembangkit listrik tenaga gas. Studi tersebut menemukan bahwa penambahan kapasitas 22 GW akan menyebabkan lonjakan emisi karbon dioksida sebesar 49,02 juta ton per tahun dan emisi metana sebesar 43.768 ton per tahun.
Implikasi ekonomi dari ekspansi gas juga mengkhawatirkan. Studi tersebut memperkirakan bahwa pembangkit listrik tenaga gas akan menurunkan output ekonomi sebesar Rp 941,4 triliun secara akumulatif hingga tahun 2040. Sementara itu, pembangkit listrik tenaga gas siklus gabungan diperkirakan akan menurunkan output hingga Rp 280,9 triliun.
Sebagai perbandingan, studi tersebut menyoroti potensi ekonomi dari pengembangan energi terbarukan. Jika Indonesia berfokus pada energi terbarukan, kontribusi perekonomian dapat mencapai Rp 2.627 triliun pada tahun 2040. Selain itu, pengembangan pembangkit terbarukan skala komunitas dapat menciptakan hingga 20 juta lapangan kerja pada periode yang sama.
Berikut adalah poin-poin penting yang diangkat dalam laporan tersebut:
- Investasi besar-besaran dalam pembangkit listrik tenaga gas dapat menghambat perkembangan energi terbarukan.
- Infrastruktur gas yang mahal dapat membebani perekonomian.
- Ekspansi pembangkit listrik tenaga gas akan menyebabkan lonjakan emisi gas rumah kaca.
- Pengembangan energi terbarukan menawarkan potensi ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang signifikan.
Studi ini memberikan peringatan yang jelas tentang risiko yang terkait dengan ekspansi pembangkit listrik tenaga gas. Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan cermat implikasi ekonomi dan lingkungan dari kebijakan energi mereka dan memprioritaskan pengembangan energi terbarukan untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.
Pengembangan energi terbarukan skala komunitas menawarkan potensi besar untuk meningkatkan akses listrik di daerah terpencil dan terpencil. Dengan memanfaatkan sumber daya alam lokal seperti matahari, angin, dan air, komunitas dapat menghasilkan listrik sendiri dan mengurangi ketergantungan pada jaringan listrik nasional. Hal ini tidak hanya meningkatkan ketahanan energi tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
Transisi menuju energi terbarukan membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan, seperti insentif pajak, tarif feed-in, dan standar energi terbarukan. Sektor swasta perlu berinvestasi dalam teknologi dan proyek energi terbarukan, sementara masyarakat sipil perlu meningkatkan kesadaran tentang manfaat energi terbarukan dan mendorong adopsi energi terbarukan di tingkat lokal.