Misteri Ladang Ganja di Semeru: Puluhan Titik Belum Terungkap Identitas Petaninya

Misteri Ladang Ganja di Semeru: Puluhan Titik Belum Terungkap Identitas Petaninya

Penemuan ladang ganja di lereng Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, masih menyisakan sejumlah pertanyaan besar. Pihak kepolisian tengah berupaya mengungkap identitas petani yang bertanggung jawab atas puluhan titik ladang ganja yang tersebar di kawasan tersebut. Total terdapat 59 titik ladang ganja yang ditemukan oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) di Dusun Pusungduwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro.

Menurut keterangan Septi Eka Wardhani, Kepala Bagian Tata Usaha BBTNBTS, total luas lahan ganja yang ditemukan mencapai 0,6 hektar. Luas masing-masing ladang bervariasi, mulai dari 4 meter persegi hingga 16 meter persegi. Namun, fakta yang lebih mengejutkan terungkap dalam surat dakwaan terhadap enam terdakwa kasus ini di Pengadilan Negeri Lumajang. Dari 59 titik ladang ganja yang ditemukan, hanya 12 lahan yang diakui kepemilikannya oleh para terdakwa.

Rinciannya adalah:

  • Tomo mengakui menanam di 3 lahan.
  • Tono mengakui menanam di 3 lahan.
  • Bambang mengakui menanam di 2 lahan.
  • Ngatoyo mengakui menanam di 2 lahan.
  • Suwari dan Jumaat masing-masing mengelola 2 lahan.

Dengan demikian, masih ada 47 lahan yang belum teridentifikasi pemiliknya. Namun, terdapat perbedaan data antara BBTNBTS dan kepolisian. Kasi Humas Polres Lumajang, Ipda Untoro Abimanyu, menyatakan bahwa jumlah lahan ganja yang belum diketahui pemiliknya adalah 42 titik, bukan 47. Satresnarkoba Polres Lumajang masih terus melakukan penyelidikan intensif untuk mengungkap identitas para petani yang terlibat dalam penanaman ganja di puluhan titik ladang yang belum terungkap ini.

Penyelidikan ini menjadi prioritas mengingat implikasi serius dari penanaman ganja secara ilegal di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Pihak berwenang berkomitmen untuk memberantas peredaran narkoba dan melindungi kelestarian alam di kawasan tersebut.

Kasus ini menyoroti tantangan besar dalam pengawasan dan penegakan hukum di wilayah pegunungan yang luas dan terpencil. Upaya kolaboratif antara berbagai pihak, termasuk BBTNBTS, kepolisian, dan masyarakat setempat, sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara efektif dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.