Anggota KPU Padangsidimpuan Diberhentikan DKPP Terkait Kasus Pemerasan Caleg, KPU Sumut Beri Tanggapan

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Parlagutan Harahap, seorang anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Padangsidimpuan. Keputusan ini terkait dengan kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan Parlagutan atas dugaan pemerasan terhadap seorang calon legislatif (caleg).

Menanggapi putusan tersebut, Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) KPU Sumatera Utara (Sumut), Robby Effendi, menyatakan bahwa pihaknya telah mengetahui perihal putusan DKPP. Menurutnya, putusan DKPP bersifat final dan mengikat, sehingga proses pemberhentian Parlagutan akan segera ditindaklanjuti.

"Beberapa waktu lalu, saya sempat membaca putusan DKPP. Putusan DKPP itu kan final dan mengikat, jadi sudah berjalanlah itu," ujar Robby Effendi.

Robby menambahkan bahwa KPU Sumut saat ini masih menunggu arahan dari KPU Republik Indonesia (RI) terkait pengganti Parlagutan sebagai anggota KPU Kota Padangsidimpuan. Kewenangan untuk menunjuk pengganti sepenuhnya berada di tangan KPU RI.

Kasus ini bermula ketika Parlagutan diduga melakukan pemerasan terhadap seorang caleg. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari surat putusan DKPP, pada 4 November 2023, Parlagutan mengajak seorang anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Padangsidimpuan Utara, Rahmat Saleh Nasution, untuk bertemu dengan seorang caleg. Dalam pertemuan tersebut, Parlagutan diduga menawarkan bantuan untuk menggalang 1.000 suara bagi caleg tersebut. Namun, Parlagutan membantah tuduhan tersebut dan mengklaim bahwa dialah yang justru diminta bantuan oleh caleg yang bersangkutan.

Pada 27 Januari 2024, Polda Sumut melakukan OTT terhadap Parlagutan dan Rahmat. Dari operasi tersebut, polisi mengamankan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 22 juta. Penangkapan ini dilakukan berdasarkan laporan dari caleg yang merasa diperas. Setelah melalui proses penyidikan, Parlagutan ditetapkan sebagai tersangka, sementara Rahmat berstatus sebagai saksi.

Dalam perkembangannya, caleg yang menjadi korban pemerasan mencabut laporannya dan memilih untuk berdamai dengan Parlagutan. Meskipun demikian, Parlagutan mengakui perbuatannya dan menyampaikan permintaan maaf.

DKPP dalam pertimbangannya menilai bahwa tindakan Parlagutan telah mencoreng nama baik lembaga KPU Kota Padangsidimpuan. Sebagai penyelenggara pemilu, Parlagutan seharusnya bertindak profesional, akuntabel, dan berintegritas.

Atas perbuatannya tersebut, Parlagutan dinilai terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Pelanggaran tersebut meliputi:

  • Pasal 6 ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum
  • Pasal 7 ayat (1) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum
  • Pasal 8 huruf a dan l Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum
  • Pasal 12 huruf a, b Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum
  • Pasal 14 huruf c Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum
  • Pasal 15 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum
  • Pasal 16 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum