Respons Indonesia terhadap Kekhawatiran AS terkait Sistem Pembayaran Digital Nasional
Pemerintah Indonesia menanggapi sorotan dari Amerika Serikat mengenai implementasi sistem pembayaran domestik seperti Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Kekhawatiran yang diungkapkan oleh AS adalah bahwa kebijakan ini berpotensi membatasi ruang gerak perusahaan asing di sektor pembayaran digital.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa Indonesia tetap terbuka terhadap kolaborasi dengan operator sistem pembayaran digital internasional, termasuk Visa dan Mastercard. Ia menekankan tidak ada perubahan dalam perlakuan terhadap perusahaan asing dalam ekosistem sistem pembayaran nasional.
"Indonesia terbuka untuk operator luar negeri seperti Mastercard atau Visa terkait QRIS atau GPN," ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual. Ia menambahkan bahwa isu ini lebih merupakan masalah komunikasi antara kedua negara.
Airlangga menjelaskan bahwa tidak ada perubahan dalam sektor kartu kredit. Ia juga menyatakan bahwa operator asing terbuka untuk berpartisipasi dalam front end dan mendapatkan perlakuan yang sama dengan yang lain. Menurutnya, persoalan ini hanya memerlukan klarifikasi.
Sebelumnya, Amerika Serikat, melalui dokumen National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025, menyampaikan beberapa keberatan terkait kebijakan Bank Indonesia (BI) mengenai GPN dan QRIS. Laporan ini diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).
Salah satu poin yang disoroti adalah penggunaan GPN. Peraturan BI No. 19/8/PBI/2017 Tahun 2017 mewajibkan seluruh transaksi debit dan kredit ritel domestik diproses melalui lembaga switching GPN yang berlokasi di Indonesia dan memiliki izin dari BI. Peraturan ini juga membatasi kepemilikan asing sebesar 20% pada perusahaan yang ingin memperoleh izin switching untuk berpartisipasi dalam GPN. Hal ini dianggap menghalangi penyediaan layanan pembayaran elektronik lintas batas untuk transaksi kartu debit dan kredit ritel domestik.
Peraturan BI No. 19/10/PADG/2017 juga mengamanatkan perusahaan asing untuk menjalin kemitraan dengan switch GPN Indonesia yang memiliki izin untuk memproses transaksi ritel domestik melalui GPN. Kemitraan ini harus mendukung pengembangan industri dalam negeri serta transfer teknologi.
Pada Mei 2023, BI mewajibkan pemrosesan kartu kredit pemerintah melalui GPN serta penggunaan dan penerbitan kartu kredit pemerintah daerah. USTR menyatakan bahwa perusahaan pembayaran AS khawatir kebijakan ini akan membatasi akses penggunaan opsi pembayaran elektronik AS.