Sengketa Lahan di Ambarawa Mencuat: Kuasa Hukum Pertanyakan Validitas Letter C Desa
Sengketa Lahan di Ambarawa Memanas: Keabsahan Letter C Desa Dipertanyakan
Kasus sengketa lahan seluas 2.500 meter persegi di Lodoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, memasuki babak baru dengan munculnya keraguan terhadap keabsahan dokumen Letter C Desa yang menjadi dasar gugatan.
Tyas Tri Aryoso, pengacara yang mewakili empat dari enam pihak tergugat, menyatakan kecurigaannya terhadap Letter C Desa yang diklaim sebagai milik penggugat, Endang Sulistyorini. Menurutnya, terdapat sejumlah kejanggalan yang perlu diselidiki lebih lanjut.
Salah satu poin utama yang disoroti adalah nomor Letter C Desa tersebut, yaitu 1404. Tyas berpendapat bahwa jika Suhardi, yang diklaim sebagai pemilik Letter C Desa, hidup pada era 1970-an atau 1980-an, seharusnya nomor Letter C Desa tersebut berada di bawah 1000. Kemunculan nomor 1404 menimbulkan pertanyaan tentang kemungkinan dokumen tersebut merupakan keluaran yang lebih baru.
Selain itu, terdapat kejanggalan dalam penulisan nama pada Letter C Desa, yaitu "Suhardi bin Sri Sudarsini". Tyas menjelaskan bahwa penggunaan "bin" mengindikasikan hubungan anak dari siapa. Dalam hal ini, Sri Sudarsini adalah istri dari Suhardi, sehingga penulisan tersebut dianggap tidak tepat.
Persoalan lain yang disoroti adalah penulisan luasan tanah yang tertera pada Letter C Desa, yaitu "0025 desiare" tanpa koma atau tanda baca. Tyas mempertanyakan bagaimana angka tersebut dapat diinterpretasikan sebagai 2.500 meter persegi, serta makna dari angka "00" di depan angka 25. Ia menekankan pentingnya mencari tahu makna sebenarnya dari penulisan tersebut.
Tyas Tri Aryoso bertindak sebagai kuasa hukum dari:
- Agung Dian Prasetyo (Tergugat 2)
- Erma Eko Prasetyo (Tergugat 3)
- Suroso (Tergugat 4)
- Rudi Pramono (Tergugat 6)
Tyas menegaskan bahwa kliennya memperoleh sertifikat tanah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, termasuk akta jual beli dan riwayat notaris. Dengan demikian, penguasaan tanah oleh kliennya dianggap sah secara hukum.
Menurut Tyas, tanah yang dimiliki kliennya memiliki sejarah sebagai tanah 'Eigendom' yang kemudian dilepaskan haknya oleh Balai Harta Peninggalan (BHP) kepada negara. Proses pelepasan hak tersebut telah dilakukan secara sah, dan dokumen-dokumen terkait juga dianggap sah. Namun demikian, Tyas menghormati hak penggugat dan menyerahkan pembuktian kebenaran kepada pengadilan.
Kasus ini bermula ketika Endang Sulistyorini, warga Lodoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, menyadari bahwa tanahnya seluas 2.500 meter persegi telah disertifikatkan oleh enam orang yang berbeda. Menurut kuasa hukum Endang Sulistyorini, keluarga Endang telah menempati lahan tersebut sejak tahun 1950-an. Tanah tersebut dimiliki oleh Suhardi, ayah Endang.
Setelah Suhardi meninggal dunia, Endang tinggal seorang diri di rumahnya. Seiring berjalannya waktu, di atas tanah tersebut berdiri bangunan-bangunan lain, hingga mencapai enam rumah dengan luasan antara 90 hingga 200 meter persegi. Endang merasa terkejut ketika mengetahui bahwa rumah-rumah tersebut memiliki sertifikat sendiri, sementara ia masih memegang Letter C dan tidak pernah melakukan transaksi jual beli dengan siapapun.
Kepemilikan sertifikat tersebut diketahui ketika Endang hendak mengurus sertifikat atas namanya pada tahun 2020-an. Dasar pengurusan sertifikat tersebut adalah Letter C Desa Persil 27 Nomor 1404 atas nama Suhardi. Kuasa hukum Endang kemudian mengajukan gugatan untuk membuktikan kebenaran alas hak yang dimiliki kliennya, namun pihak tergugat masih membantah.
Kuasa hukum Endang berpendapat bahwa terdapat kekeliruan dari pihak tergugat karena menggunakan dalil tanah Eigendom, sementara kliennya memiliki Letter C Desa.