Ijazah Ditahan, Mantan Karyawan Terjebak Pengangguran: Kisah Pilu di Pekanbaru

Pekanbaru, Riau – Mimpi Binanga Arianto Parsaulian Silaban (35) untuk meraih karir yang lebih baik terhambat oleh kebijakan perusahaan tempatnya bekerja dulu. Ijazah sarjana miliknya, bersama dengan puluhan mantan karyawan lainnya, ditahan oleh sebuah perusahaan tour and travel di Pekanbaru.

Sejak mengundurkan diri dari perusahaan pada tahun 2023, Binanga belum berhasil mendapatkan kembali ijazahnya. Akibatnya, ia kesulitan mencari pekerjaan baru. Kisah pilu Binanga ini mencuat ke publik setelah para korban melaporkan kasus penahanan ijazah ini ke anggota DPRD Pekanbaru.

Binanga mengungkapkan bahwa ia bergabung dengan perusahaan tersebut pada Januari 2019 sebagai staf senior divisi tur visa dan hotel. Ia menyerahkan ijazah asli S-1 dari Universitas Islam Sumatera Utara saat proses penerimaan. Janji manis berupa kenaikan gaji setelah tiga bulan bekerja ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Gaji awalnya sebesar Rp 2.750.000 hanya naik sebesar Rp 8.000 setelah masa percobaan.

Selama bekerja, Binanga juga merasakan tekanan yang tidak nyaman. Ia mengaku bahwa owner perusahaan tidak kooperatif terhadap kinerja staf, dengan melakukan pemotongan gaji yang tidak masuk akal, termasuk saat karyawan sakit atau terlambat. Bahkan, hak cuti karyawan pun dikenakan pemotongan gaji. Binanga merasa bahwa setelah lebih dari tiga tahun bekerja, pemilik perusahaan mencari-cari kesalahan untuk menjatuhkannya, menuduhnya merugikan perusahaan.

"Saya seperti tidak dianggap di kantor," keluhnya. Ia akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri.

Kini, Binanga berharap ijazahnya segera dikembalikan. Ia mengaku telah mencoba melamar pekerjaan di berbagai perusahaan, namun selalu ditolak karena tidak memiliki ijazah. Informasi yang ia peroleh, pemilik perusahaan telah memasukkan namanya ke dalam daftar hitam di perusahaan-perusahaan lain agar lamarannya ditolak.

Kasus penahanan ijazah ini menarik perhatian Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan, yang bahkan melakukan inspeksi mendadak ke perusahaan tersebut. Sayangnya, pihak perusahaan tidak memberikan respons dan tidak ada pimpinan yang bersedia menemui Wamenaker dan rombongan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau.

Menurut laporan, awalnya ada 12 mantan karyawan yang melaporkan ijazah mereka ditahan. Mereka diminta membayar uang penalti atau denda antara Rp 5 juta hingga Rp 13 juta untuk mendapatkan kembali ijazah mereka. Karena tidak memiliki uang, para korban tidak mampu membayar denda tersebut. Kondisi ini semakin menyulitkan mereka karena tidak dapat mencari pekerjaan.

Kasus ini mencuat setelah para korban mengadu ke anggota DPRD Pekanbaru, Zulkardi. Kompas.com telah berupaya meminta konfirmasi dari pihak perusahaan terkait tudingan ini, namun tidak ada respons dari pimpinan perusahaan. Dua orang pekerja yang ditemui di lantai dasar mengaku tidak mengetahui persoalan tersebut.

Daftar masalah yang dihadapi Binanga:

  • Ijazah ditahan perusahaan.
  • Kenaikan gaji tidak sesuai janji.
  • Pemotongan gaji tidak masuk akal.
  • Kesulitan mencari pekerjaan baru.
  • Diduga di-blacklist oleh perusahaan.

Kisah Binanga ini adalah contoh nyata bagaimana kebijakan perusahaan yang tidak bertanggung jawab dapat menghancurkan harapan dan masa depan seseorang. Kasus ini menjadi sorotan publik dan diharapkan dapat segera diselesaikan agar para korban dapat kembali meraih impian mereka.