Negosiasi Tarif Indonesia-AS: Mangga Dua Belum Jadi Fokus Pembahasan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa kawasan Mangga Dua belum menjadi agenda pembahasan dalam negosiasi tarif timbal balik antara delegasi Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Pernyataan ini disampaikan di tengah sorotan terhadap Mangga Dua sebagai pusat peredaran barang-barang tiruan.

Dalam konferensi pers daring dari Washington DC, Airlangga menjelaskan bahwa saat ini, perundingan masih berfokus pada isu-isu yang lebih mendasar. Ia menekankan pentingnya pembenahan sektor industri nasional Indonesia sebagai kunci untuk meningkatkan daya saing, memperbarui teknologi, mengadopsi praktik energi berkelanjutan, mengembangkan sumber daya manusia, dan mempermudah akses pasar bagi produk industri dalam negeri. Menurutnya, perbaikan-perbaikan ini krusial untuk memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan global.

Sorotan terhadap Mangga Dua sendiri muncul dalam laporan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang disusun oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR). Laporan tersebut menempatkan Mangga Dua dalam daftar prioritas pengawasan terkait peredaran barang-barang palsu, bersama dengan beberapa pasar online di Indonesia. Meskipun pemerintah Indonesia telah berupaya menindak praktik pembajakan, kekhawatiran tetap ada di kalangan pelaku usaha AS mengenai maraknya produk tiruan di kawasan tersebut.

Pemerintah AS, di bawah kepemimpinan Donald Trump, sebelumnya mendesak Indonesia untuk mengambil tindakan lebih tegas terhadap peredaran produk bajakan. Desakan ini menjadi bagian dari diplomasi perdagangan antara kedua negara di tengah tensi perang dagang global.

Dokumen keluhan mengenai peredaran barang bajakan di Indonesia sebenarnya merupakan bagian dari tinjauan perdagangan AS dengan berbagai negara selama beberapa tahun terakhir. Keluhan spesifik terhadap Mangga Dua dirilis dalam laporan terpisah berjudul 2024 Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy. Laporan ini menyoroti tantangan yang dihadapi pelaku usaha AS di berbagai negara, termasuk Indonesia. USTR menyoroti bahwa Indonesia masih menjadi tempat populer bagi barang-barang palsu, termasuk tas, dompet, mainan, barang kulit, dan pakaian, dengan tindakan penegakan hukum yang minim terhadap penjual barang palsu.

Upaya peningkatan daya saing industri nasional menjadi kunci bagi Indonesia untuk mengatasi tantangan ini dan memperkuat posisinya dalam perdagangan global. Fokus pada teknologi, energi berkelanjutan, pengembangan SDM, dan akses pasar akan menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berdaya saing.