Balita di NTB Terancam Amputasi Akibat Dugaan Kesalahan Prosedur Medis

Kisah pilu menimpa Arumi, seorang balita berusia 14 bulan asal Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tangan kanannya kini berada di ambang amputasi setelah diduga menjadi korban malpraktik medis. Saat ini, Arumi tengah berjuang di ruang perawatan intensif Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB, Mataram.

Andika, ayah Arumi, mengungkapkan bahwa tim dokter telah merekomendasikan amputasi sebagai jalan terakhir. Rekomendasi ini muncul setelah hasil laboratorium dan observasi medis menunjukkan adanya infeksi parah yang menggerogoti tangan kanan putrinya.

"Dokter menyarankan amputasi untuk mencegah penyebaran infeksi ke organ tubuh lainnya," tutur Andika dengan nada penuh kepedihan.

Seharusnya, tindakan amputasi telah dilakukan sejak hari Selasa lalu, segera setelah hasil laboratorium keluar. Namun, Andika memohon penundaan selama beberapa hari dengan harapan adanya perubahan positif dan kesempatan untuk berunding dengan keluarga besarnya.

"Jika tidak ada perkembangan signifikan dalam beberapa hari ke depan, dengan berat hati saya akan menyetujui operasi amputasi. Ini demi keselamatan putri saya," imbuhnya.

Kondisi Arumi saat ini belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang menggembirakan. Infus yang semula terpasang di tangan dan kaki, kini dipindahkan ke bagian dada.

Rangkaian Kejadian yang Mengarah pada Dugaan Malpraktik

Kisah ini bermula ketika Arumi dibawa ke Puskesmas Bolo pada hari Kamis, tanggal 10 April 2025, karena mengalami demam dan batuk. Menurut penuturan Andika, seorang perawat segera memasang infus di tangan kanan Arumi. Namun, proses pemasangan infus tersebut tidak berjalan mulus.

"Jarum infus yang digunakan untuk pemasangan pertama kali gagal menusuk, tetapi jarum tersebut tidak diganti ketika dicoba untuk dipasang ulang. Mereka tetap menggunakan jarum yang sama," jelas Andika dengan nada kecewa.

Tiga hari berselang, tangan kanan Arumi mulai membengkak di bagian belakang telapak tangan. Istri Andika segera memberitahukan hal ini kepada perawat, namun respons yang mereka terima dianggap kurang perhatian.

"Alasan perawat saat itu, pembengkakan pada tangan anak saya hanya karena 'tembem' akibat plester yang digunakan untuk menutupi perban infus terlalu kencang," ungkapnya.

Karena kondisinya tidak membaik, Puskesmas Bolo merujuk Arumi ke RSUD Sondosia pada hari Minggu, tanggal 13 April 2025. Dua hari kemudian, Arumi kembali dirujuk ke RSUD Bima karena kondisinya semakin memburuk.

"Saya meminta rujukan paksa ke RSUD Bima karena tangan anak saya sudah sangat bengkak dan terlihat bernanah," tutur Andika dengan nada getir.

Setelah menjalani operasi di RSUD Bima, dokter menyarankan agar Arumi dirujuk ke RSUP NTB untuk mendapatkan penanganan yang lebih intensif. Arumi tiba di Mataram pada hari Sabtu, tanggal 19 April 2025, dan langsung mendapatkan perawatan intensif.

"Hingga saat ini, sebagian jari tangan kanannya sudah tidak aktif dan venanya tidak ada. Saya sangat berharap anak saya bisa kembali normal seperti sedia kala," harap Andika dengan suara bergetar.

Laporan Polisi Telah Diajukan

Keluarga Arumi telah melaporkan kasus dugaan malpraktik ini ke Polres Bima pada hari Senin, tanggal 21 April 2025. Laporan tersebut kini tengah ditangani oleh Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter).

"Benar, laporannya sedang ditangani dan sudah ditindaklanjuti oleh Tim Unit Tipidter," ujar Kasat Reskrim Polres Bima, AKP Abdul Malik, pada hari Selasa, tanggal 22 April 2025.

AKP Abdul Malik menjelaskan bahwa pihak keluarga merasa keberatan karena kondisi Arumi justru memburuk setelah mendapatkan penanganan di Puskesmas Bolo. Padahal, sebelumnya Arumi hanya mengalami demam dan batuk.

"Keberatan mereka adalah tangan korban membengkak dan bernanah setelah dipasang infus. Padahal keluhan awalnya hanya demam dan batuk," ungkap AKP Abdul Malik.

Puskesmas Bolo Menghormati Proses Hukum

Kepala Puskesmas Bolo, Nurjanah, menyatakan bahwa pihaknya menghargai dan menghormati keputusan keluarga yang telah melaporkan dugaan malpraktik ini ke pihak kepolisian.

"Kami menaati dan mematuhinya sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Jika dipanggil, kami akan hadir untuk memberikan keterangan," kata Nurjanah pada hari Selasa, tanggal 22 April 2025.

Nurjanah juga menyampaikan bahwa pihaknya telah menjenguk Arumi saat masih dirawat di RSUD Sondosia dan menyampaikan rasa empati yang mendalam kepada keluarga.

"Kami mendoakan agar korban segera diberikan kesembuhan," tandasnya.