Indonesia Jajaki Solusi Tarif Impor AS Era Trump: Tingkatkan Impor dan Deregulasi
Delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu, melakukan pertemuan penting dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat, Scott Bessent, di Washington D.C. Pertemuan yang berlangsung pada Kamis (24/4) ini difokuskan pada pembahasan kebijakan tarif yang diberlakukan AS terhadap sejumlah negara mitra dagangnya.
Arahan Presiden Prabowo Subianto menjadi landasan utama dalam pendekatan Indonesia, yaitu memastikan perdagangan yang adil dan saling menguntungkan. Menanggapi defisit perdagangan yang dialami AS, Indonesia menawarkan solusi konkret melalui peningkatan impor komoditas dari Negeri Paman Sam. Komoditas yang menjadi fokus adalah minyak dan gas, serta produk-produk pertanian.
"Indonesia mendukung penuh prinsip perdagangan yang adil dan transparan. Kami berkomitmen untuk meningkatkan pembelian komoditas utama dari AS, termasuk minyak dan gas, serta produk pertanian," tegas Airlangga dalam keterangan resminya, Jumat (25/4).
Lebih lanjut, Airlangga mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia tengah merumuskan kebijakan deregulasi yang komprehensif. Kebijakan ini mencakup penyederhanaan perizinan impor, peninjauan kuota impor, dan optimalisasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Selain itu, Indonesia juga berupaya meningkatkan nilai investasi dan mempererat kerja sama dalam sektor critical minerals yang strategis.
"Kerja sama yang lebih erat juga akan dijalin dalam bidang keuangan dan ekonomi digital, yang menjadi pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi modern," imbuh Airlangga.
Setelah pertemuan tersebut, Airlangga optimistis bahwa proses negosiasi tarif dapat segera dimulai. Optimisme ini didukung penuh oleh asosiasi, dunia usaha, dan sektor swasta Indonesia. Penandatanganan kesepakatan non-disclosure dengan pihak United States Trade Representative (USTR) pada 23 April 2025 menjadi langkah awal yang krusial.
Airlangga berharap negosiasi teknis dapat diselesaikan dalam waktu 60 hari ke depan, sehingga kepastian hukum dan iklim investasi yang kondusif dapat segera terwujud.
Menkeu AS, Scott Bessent, menyampaikan apresiasi atas respons cepat dan konstruktif yang ditunjukkan oleh Pemerintah Indonesia. Ia mengakui bahwa surat yang disampaikan Menko Airlangga merupakan langkah awal yang sangat positif dalam membangun kembali hubungan bilateral yang kuat.
"Saya sangat terkesan dengan surat yang dikirimkan Menko Airlangga. Ini adalah awal yang menjanjikan. Kami sangat menghargai komitmen Indonesia untuk terus menjalin hubungan bilateral yang baik," ungkap Bessent.
Pihak AS juga menyatakan keinginannya untuk bekerja sama secara aktif dalam forum G20, terutama mengingat AS akan memegang presidensi G20 pada tahun 2026. Selain itu, AS memandang penting peran OECD, dan mendorong Indonesia untuk memanfaatkan proses aksesi keanggotaan OECD sebagai momentum untuk melakukan reformasi dan deregulasi yang berkelanjutan.
Sebagai latar belakang, pada 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif balasan yang ditujukan kepada setidaknya 100 mitra dagang AS. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan yang dialami AS, yang disebabkan oleh tingginya impor dibandingkan ekspor.
Indonesia awalnya dikenakan tarif sebesar 32% untuk produk ekspor ke AS. Namun, Menko Airlangga mengungkapkan bahwa Indonesia berpotensi dikenakan tarif hingga 47%, mengingat adanya berbagai tarif lain yang diterapkan AS untuk produk-produk Indonesia.
Contohnya, meskipun tarif tinggi sebesar 32% didiskon sementara menjadi 10% selama 3 bulan, AS tetap memberlakukan tarif proteksionis untuk produk tekstil dan garmen asal Indonesia dengan nilai antara 10% hingga 37%. Akumulasi tarif ini dapat meningkatkan biaya ekspor komoditas Indonesia secara signifikan, berkisar antara 20% hingga 47%.
"Meskipun saat ini ada diskon tarif 10% selama 90 hari, untuk produk tekstil dan garmen sudah ada tarif 10-37%. Tambahan 10% ini bisa menjadi 10+10 atau 37+10. Ini menjadi perhatian kami karena biaya ekspor kita menjadi lebih tinggi, yang pada akhirnya akan membebani pembeli dan eksportir Indonesia," jelas Airlangga dalam konferensi pers virtual pada Jumat (18/4) lalu.
Kebijakan Deregulasi yang Disiapkan Indonesia:
- Penyederhanaan perizinan impor
- Peninjauan kuota impor
- Optimalisasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)