Petani di TTS Meninggal Dunia Akibat Rabies Setelah Sempat Mengamuk di Puskesmas
Timor Tengah Selatan, NTT - Seorang petani berinisial EM (50) asal Desa Hoi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), meninggal dunia setelah terinfeksi rabies. Video yang memperlihatkan EM mengamuk dan diikat di sebuah Puskesmas sempat viral di media sosial.
Dalam video tersebut, tampak EM berbaring di lantai dengan tangan dan kaki terikat. Ia terlihat berusaha melepaskan diri sambil meronta kesakitan. Beberapa petugas medis yang mengenakan alat pelindung diri (APD) terlihat berjaga di sekitarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, Ria Tahun, mengkonfirmasi kejadian tersebut. Ia menjelaskan bahwa EM dirawat di Puskesmas Niki-Niki sejak tanggal 11 April 2025 dengan keluhan nyeri ulu hati, muntah, serta gejala hidrofobia (takut air), fotofobia (takut cahaya), dan aerofobia (takut udara).
"Pasien dirawat di Puskesmas Niki-Niki sejak tanggal 11 April 2025 dan meninggal pada 13 April 2025," ujar Ria.
Menurut Ria, tindakan pengikatan dilakukan karena EM membahayakan petugas medis dan keluarganya. Pada tanggal 12 April 2025, EM mengalami halusinasi dan memberontak, berlari keluar ruangan, serta mencabut infus. Ia bahkan sempat berlari keluar dari lingkungan Puskesmas dan masuk ke semak-semak.
Petugas kesehatan kemudian menghubungi aparat kepolisian dan TNI untuk membantu mengamankan EM. Setelah berhasil diamankan, EM difiksasi. Namun, ia terus memberontak, melepaskan ikatan, berlari, mencabut pipa air, dan mengangkat batu besar. EM juga berusaha melepaskan pakaiannya.
Karena kondisinya yang sangat agresif, petugas membawa EM ke dalam ruangan. Ia juga meludah ke arah orang-orang yang mendekatinya. Setelah menunggu EM sedikit tenang, petugas kesehatan, keamanan, dan keluarga mengenakan APD dan membawa EM ke ruangan untuk difiksasi.
Sayangnya, kondisi EM terus memburuk dan ia meninggal dunia pada tanggal 13 April dini hari. Jenazahnya kemudian dibawa pulang oleh keluarganya.
Ria menjelaskan bahwa berdasarkan informasi dari keluarga, EM digigit anjing di bagian dada saat berada di kebunnya. Ia mengalami dua luka dalam dan satu luka garuk. Setelah digigit anjing, EM tidak mencuci luka sesuai dengan prosedur yang benar dan tidak segera melapor ke Puskesmas untuk mendapatkan vaksin anti rabies (VAR).
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya penanganan yang tepat pasca gigitan hewan penular rabies (HPR) dan pentingnya vaksinasi rabies pada hewan peliharaan.