BPOM Pangkas Waktu Perizinan Obat untuk Akselerasi Akses Kesehatan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan efisiensi dalam proses perizinan obat-obatan. Langkah strategis ini diwujudkan melalui percepatan proses registrasi, dengan target pengurangan waktu yang signifikan hingga izin edar dapat diperoleh lebih cepat.
Inisiatif utama yang mendasari percepatan ini adalah penerapan mekanisme joint assessment, yaitu kolaborasi erat dengan organisasi internasional dan regulator dari negara lain. BPOM aktif menjalin kerjasama melalui berbagai skema, termasuk:
- ASEAN Joint Assessment (AJA): Kemitraan regional dalam lingkup ASEAN untuk harmonisasi standar dan evaluasi bersama.
- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO): Dukungan teknis dan evaluasi dari WHO untuk memastikan keamanan dan efikasi produk.
- The European Medicines Agency (EMA): Kolaborasi dengan EMA untuk mengakses standar dan praktik terbaik di Eropa.
Pendekatan ini diimplementasikan melalui skema reliance bilateral dan regional. Skema reliance memungkinkan BPOM untuk memanfaatkan hasil evaluasi dari negara-negara dengan sistem pengawasan yang terpercaya. Hal ini tidak hanya mempercepat pengambilan keputusan regulatori, tetapi juga memastikan bahwa semua produk yang disetujui tetap memenuhi standar internasional terkait keamanan, efikasi, dan mutu.
"Penerapan sistem reliance adalah langkah maju yang signifikan. Dengan merujuk pada hasil evaluasi dari negara-negara dengan sistem pengawasan yang kuat, kita dapat menyederhanakan proses evaluasi pra-pasar, mengurangi birokrasi, dan menghemat waktu serta sumber daya," ujar Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, pada kegiatan The 7th Asian Network Meeting (ANM) di Tokyo, Jepang.
Target Waktu Perizinan yang Lebih Singkat
Melalui implementasi skema reliance, BPOM berhasil memangkas waktu evaluasi registrasi obat dari semula 120 hari kerja menjadi hanya 90 hari kerja. Inisiatif ini tidak hanya mempercepat akses masyarakat terhadap obat-obatan yang dibutuhkan, tetapi juga memperkuat kapasitas regulatori nasional melalui kolaborasi, optimalisasi sumber daya, dan harmonisasi standar internasional.
Taruna Ikrar mencontohkan beberapa produk obat dan vaksin yang telah berhasil memperoleh izin edar BPOM melalui skema reliance dengan dukungan dari WHO, EMA, dan ASEAN, di antaranya:
- Vaksin Dengue: Qdenga, vaksin untuk mencegah penyakit demam berdarah dengue.
- Perjeta: Obat untuk pengobatan kanker payudara.
- Obat Malaria dan Autoimun: Obat-obatan untuk mengatasi penyakit malaria dan gangguan autoimun.
Terobosan sistem reliance ini memungkinkan Indonesia, melalui BPOM, untuk mempercepat akses terhadap berbagai jenis obat, termasuk obat-obatan inovatif yang baru dikembangkan. Akses yang lebih cepat terhadap obat-obatan ini sangat penting sebagai alternatif terapi bagi masyarakat Indonesia, termasuk produk advanced therapy medicinal products/ATMP.
"Kami terus berupaya mempercepat akses terhadap obat-obatan inovatif dan memperkuat kapasitas nasional untuk mengatasi tantangan kesehatan masyarakat," tegas Taruna Ikrar.