Wacana Solo Jadi Daerah Istimewa: DPR Soroti Kriteria dan Pertimbangan Histori

Wacana mengenai status Daerah Istimewa Surakarta (DIS) kembali mencuat ke permukaan, memantik diskusi di kalangan legislator. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menyoroti pentingnya kriteria yang jelas dan terukur dalam menentukan sebuah daerah layak menyandang status istimewa. Menurutnya, pengajuan status tersebut tidak bisa hanya didasarkan pada pertimbangan sejarah dan budaya semata, mengingat hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki warisan historis yang kaya.

"Kriteria istimewanya itu harus jelas. Kalau hanya karena faktor kebudayaan atau sejarah, hampir semua daerah di Indonesia punya peninggalan kerajaan dan cerita yang kuat," ujar Dede Yusuf, menekankan perlunya kajian mendalam dan komprehensif. Ia mencontohkan Cirebon, sebuah wilayah dengan akar sejarah yang kuat, namun belum ada usulan serupa yang diajukan. Dede menambahkan bahwa Komisi II DPR saat ini belum melakukan pembahasan khusus terkait wacana DIS, dan masih menunggu arahan serta kajian dari pemerintah.

Sebelumnya, kolega Dede di Komisi II, Aria Bima, mengungkapkan adanya aspirasi yang berkembang terkait perubahan status Solo menjadi Daerah Istimewa Surakarta. Hal ini ia sampaikan menanggapi pernyataan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Akmal Malik, yang menyebutkan adanya usulan agar enam wilayah di Indonesia mendapatkan status serupa.

Akmal Malik menjelaskan bahwa hingga April 2025, Kemendagri menerima sejumlah besar usulan terkait pemekaran wilayah dan pembentukan daerah otonom baru, termasuk 42 usulan pembentukan provinsi, 252 kabupaten, 36 kota, dan 6 usulan daerah istimewa. Ia menekankan bahwa setiap keputusan terkait hal ini harus dikoordinasikan dengan DPR RI dan berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Aria Bima menambahkan bahwa pemberian status daerah istimewa harus mempertimbangkan aspek keadilan bagi seluruh daerah di Indonesia. Keputusan tersebut tidak boleh menimbulkan kesan diskriminatif atau mengabaikan hak-hak daerah lain.

"Pengkajian mengenai daerah istimewa itu satu hal yang penting karena kita tidak gegabah hanya karena faktor-faktor tertentu karena pada prinsip negara kesatuan ini kita ini satu kesatuan wilayah, satu kesatuan administrasi, satu kesatuan ekonomi, yang antar daerah itu harus ada perasaan yang adil," kata Aria Bima.

Ia mengakui adanya masukan terkait usulan Solo menjadi Daerah Istimewa Surakarta, dengan mempertimbangkan peran dan kontribusi kota tersebut bagi Republik Indonesia. Namun, ia juga mengingatkan agar pemberian status tersebut tidak memicu ketidakadilan bagi daerah lain, seperti wilayahnya yang mungkin memiliki aspirasi serupa.

Beberapa point yang menjadi sorotan dalam wacana ini meliputi:

  • Kriteria Daerah Istimewa: Penentuan kriteria yang jelas dan terukur untuk menghindari subjektivitas.
  • Pertimbangan Histori dan Budaya: Pentingnya mempertimbangkan sejarah dan budaya, namun bukan sebagai satu-satunya faktor penentu.
  • Keadilan Antar Daerah: Menjaga keseimbangan dan keadilan agar tidak menimbulkan kecemburuan atau ketidakpuasan dari daerah lain.
  • Koordinasi Pemerintah dan DPR: Pentingnya koordinasi antara pemerintah dan DPR dalam proses pengambilan keputusan.

Dengan demikian, wacana Solo menjadi Daerah Istimewa Surakarta masih memerlukan kajian mendalam dan pertimbangan yang matang, dengan memperhatikan berbagai aspek yang relevan dan implikasinya bagi seluruh wilayah Indonesia.