Penundaan Muktamar PPP: Antara Ibadah Haji dan Pemulihan Kekuatan Politik

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memutuskan untuk menunda pelaksanaan muktamar yang sedianya akan digelar pada bulan April. Muktamar, yang salah satu agendanya adalah pemilihan ketua umum, kini dijadwalkan ulang pada Agustus atau September 2025. Keputusan ini diumumkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP, Mardiono, di Jakarta, yang menyatakan bahwa penundaan tersebut tidak akan mengganggu jalannya organisasi, mengingat masa jabatan kepengurusan saat ini masih berlaku hingga Desember 2025.

Mardiono menjelaskan bahwa salah satu pertimbangan utama penundaan adalah banyaknya kader PPP yang berencana menunaikan ibadah haji. Keberangkatan jemaah haji, yang dimulai pada awal Mei, dikhawatirkan akan mengurangi jumlah peserta muktamar dan mempengaruhi kuorum. Meskipun hasil Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) II PPP mengamanatkan pelaksanaan muktamar setelah Hari Raya Idul Fitri 2025, partai tetap fleksibel dalam menyesuaikan jadwal demi memastikan partisipasi maksimal dari seluruh kader.

Dalam muktamar mendatang, PPP membuka kesempatan bagi seluruh kader, termasuk tokoh eksternal, untuk mencalonkan diri sebagai ketua umum. Mardiono belum menyebutkan nama-nama potensial yang akan bersaing, namun ia menegaskan bahwa partai akan menyambut baik siapa pun yang memiliki visi dan komitmen untuk memajukan PPP.

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menilai penundaan muktamar sebagai langkah yang wajar. Menurutnya, PPP membutuhkan waktu untuk mempersiapkan muktamar secara matang, terutama setelah menghadapi Pemilu dan Pilkada serentak. Adi Prayitno menekankan bahwa PPP perlu melakukan pemulihan energi dan stamina politik setelah kontestasi yang melelahkan. Terlebih lagi, PPP gagal lolos ke parlemen dan calon presiden yang diusungnya kalah dalam Pemilu.

Adi Prayitno menambahkan bahwa muktamar harus menjadi momentum bagi PPP untuk membangkitkan semangat kader dan mempersiapkan diri menghadapi Pemilu 2029. Ia menyarankan agar PPP melakukan reorganisasi dan repositioning untuk mengembalikan kepercayaan pemilih. Meskipun gagal meraih kursi di parlemen pada Pemilu 2024, PPP dinilai masih memiliki basis konstituen yang kuat, terutama di daerah.

Sebagai partai Islam, PPP memiliki modal sosial dan politik yang dapat dimanfaatkan untuk meraih kesuksesan di masa depan. Adi Prayitno menyarankan agar PPP mengoptimalkan kembali mesin partai di tingkat kabupaten, kota, dan provinsi untuk meningkatkan elektabilitas. Ia juga menekankan pentingnya PPP untuk membaca tren pemilih dan mengadaptasi strategi politiknya sesuai dengan perkembangan zaman.

Adi Prayitno menolak untuk berspekulasi mengenai sosok yang ideal untuk memimpin PPP. Ia berpendapat bahwa hanya internal partai yang mengetahui kebutuhan dan kriteria pemimpin yang tepat untuk membawa PPP kembali ke parlemen dan meraih kesuksesan di masa depan.