Kasus Dugaan Pemalsuan Dokumen Tanah di Kohod: Penangguhan Penahanan Kades Tidak Menyurutkan Desakan Pengusutan Lebih Lanjut
Penangguhan Penahanan Kades Kohod Picu Reaksi Warga, Kasus Dugaan Pemalsuan Dokumen Tanah Terus Bergulir
Penangguhan penahanan Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, beserta tiga tersangka lainnya dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah di kawasan pagar laut, Tangerang, oleh Bareskrim Polri, memicu berbagai reaksi. Meskipun penangguhan tersebut dibenarkan secara hukum, warga Desa Kohod melalui kuasa hukumnya, Henri, tetap mendesak agar kasus ini diusut tuntas, termasuk dugaan tindak pidana korupsi yang mungkin terjadi.
Henri menjelaskan bahwa penangguhan penahanan terhadap Arsin dan tersangka lainnya memang memungkinkan karena pasal yang disangkakan, Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, memiliki ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. Masa penahanan awal selama 20 hari dapat diperpanjang hingga 40 hari, sehingga total menjadi 60 hari. Karena Bareskrim belum memproses unsur dugaan korupsi, maka penahanan tidak dapat diperpanjang lebih lanjut. Namun, jika Bareskrim mengembangkan penyidikan ke arah dugaan korupsi, masa penahanan dapat diperpanjang karena ancaman hukumannya lebih dari sembilan tahun.
Kuasa hukum warga ini menegaskan bahwa kepercayaan warga terhadap Bareskrim dan Kejaksaan Agung tidak luntur. Mereka berharap aparat penegak hukum dapat bekerja secara profesional dan transparan dalam menangani kasus ini. Penangguhan penahanan ini dipandang sebagai bagian dari proses hukum yang sedang berjalan, dan warga Desa Kohod memaklumi hal tersebut.
"Intinya, kami masih percaya Bareskrim dan Kejagung akan bekerja secara profesional dan melanjutkan proses penyidikan," ujar Henri.
Kronologi Kasus dan Penetapan Tersangka
Kasus ini bermula dari dugaan pemalsuan dokumen surat tanah di kawasan pagar laut, Tangerang. Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu:
- Arsin bin Asip, Kepala Desa Kohod
- UK, Sekretaris Desa
- SP
- CE, keduanya penerima kuasa
Keempat tersangka tersebut telah ditahan sejak 24 Februari 2025. Mereka diduga memalsukan berbagai dokumen tanah, termasuk girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporadik), surat pernyataan tidak sengketa, serta surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat.
Modus operandi yang diduga dilakukan oleh para tersangka adalah dengan mencatut nama warga Desa Kohod untuk membuat 263 surat palsu atas lahan di kawasan pagar laut, Tangerang. Tindakan pemalsuan ini diduga telah berlangsung sejak Desember 2023 hingga November 2024.
Sebelumnya, berkas perkara kasus ini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Namun, jaksa mengembalikan berkas tersebut (P-19) dengan catatan agar penyidik juga menyelidiki unsur dugaan korupsi dalam kasus ini. Pengembalian berkas dilakukan pada 16 April 2025, dan hingga saat ini kasus masih dalam penanganan Bareskrim Polri.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa penangguhan penahanan dilakukan karena masa penahanan telah mencapai batas maksimal sesuai KUHAP, yaitu 60 hari.