Motivasi Rendah dan Dampak Pandemi Diduga Jadi Faktor Utama Kesulitan Membaca Siswa SMP di Bali

Bali, sebuah pulau yang dikenal dengan keindahan alam dan budayanya, baru-baru ini menghadapi tantangan dalam bidang pendidikan. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, menyoroti adanya sejumlah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Bali yang masih mengalami kesulitan dalam membaca. Temuan ini menjadi perhatian serius dan memicu berbagai upaya untuk mencari solusi.

Dalam pernyataannya di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta Selatan, Abdul Mu'ti mengungkapkan beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab utama masalah ini. Salah satu faktor yang paling menonjol adalah rendahnya motivasi belajar pada siswa. Menurutnya, motivasi yang kurang dapat menghambat kemampuan siswa dalam mengembangkan keterampilan membaca.

Selain motivasi, latar belakang siswa juga turut berperan. Beberapa siswa mungkin mengalami disleksia, kebutuhan khusus, atau berasal dari keluarga dengan kondisi yang kurang mendukung. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka dalam belajar membaca.

Pandemi COVID-19 juga memberikan dampak signifikan terhadap kemampuan membaca siswa. Pembelajaran jarak jauh yang diterapkan selama pandemi tidak dapat memberikan layanan pendidikan yang optimal bagi semua siswa. Akibatnya, beberapa siswa tertinggal dalam perkembangan keterampilan membaca mereka.

Mendikdasmen telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat untuk mengatasi masalah ini. Beberapa langkah konkret telah diambil, antara lain:

  • Layanan Pendidikan Khusus: Siswa yang memiliki kemampuan membaca rendah akan mendapatkan layanan pendidikan khusus, seperti remedial atau pendidikan tambahan, untuk membantu mereka meningkatkan kemampuan membaca.
  • Bimbingan Konseling: Sekolah akan memberikan bimbingan konseling kepada siswa untuk meningkatkan motivasi belajar mereka. Guru akan berperan sebagai motivator dan memberikan dukungan emosional kepada siswa.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng, I Made Sedana, juga mengungkapkan adanya temuan serupa. Berdasarkan data dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Buleleng, terdapat sekitar 400 siswa SMP yang mengalami kesulitan membaca. Sedana menduga bahwa kebijakan naik kelas otomatis atau program tuntas tanpa mengukur penguasaan kompetensi dasar siswa menjadi salah satu faktor penyebab masalah ini.

Upaya perbaikan terus dilakukan untuk memastikan semua siswa SMP di Bali memiliki kemampuan membaca yang memadai. Dengan kerjasama antara pemerintah, sekolah, guru, dan orang tua, diharapkan masalah ini dapat segera teratasi dan kualitas pendidikan di Bali dapat terus ditingkatkan.