Kemerosotan Indeks Integritas Pendidikan: Respons Strategis Kemendikdasmen-Kemendiktisaintek

Kinerja sektor pendidikan dalam upaya pemberantasan korupsi menuai sorotan. Data Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024 yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan penurunan signifikan, dari 73,7 pada 2023 menjadi 69,5. Menanggapi hasil ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) bergerak cepat menyusun serangkaian langkah strategis.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, menekankan pentingnya penguatan pendidikan nilai sebagai fondasi pembangunan budaya dan peradaban bangsa. Upaya ini akan diimplementasikan melalui pendekatan pembelajaran mendalam yang dijadwalkan mulai berlaku pada tahun ajaran 2025-2026. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada pemahaman kognitif, tetapi juga pada internalisasi nilai-nilai luhur sebagai landasan pembentukan karakter.

"Kami berupaya menginternalisasikan nilai-nilai tersebut melalui pembelajaran yang lebih mendalam, yang akan kami mulai pada tahun ajaran 2025-2026. Tujuannya adalah agar siswa tidak hanya memahami konsep secara kognitif, tetapi juga menemukan makna dan menjadikan nilai-nilai inti tersebut sebagai dasar pembentukan kepribadian," ungkap Abdul Mu'ti saat ditemui di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta Selatan, Kamis (24/4/2025).

Selain itu, Kemendikdasmen juga akan memfokuskan pada penanaman budaya jujur, bersih, dan antikorupsi di berbagai lingkungan pendidikan. Strategi ini mencakup penguatan pendidikan di empat pilar utama, yaitu:

  • Sekolah
  • Keluarga
  • Masyarakat
  • Media massa

Sementara itu, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, menegaskan bahwa hasil SPI menjadi dasar penting untuk merumuskan kebijakan yang efektif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di lingkungan pendidikan tinggi. Langkah-langkah yang diambil meliputi:

  • Revisi Peraturan: Melakukan revisi terhadap Peraturan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi.
  • Wajib Pendidikan Antikorupsi: Mewajibkan seluruh perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan antikorupsi.
  • Pengukuran Dampak: Melakukan pengukuran terukur terhadap efektivitas pendidikan antikorupsi yang diselenggarakan.

"Pengukuran menjadi kunci. Kami harus memiliki data yang akurat untuk mengetahui apakah pendidikan antikorupsi yang kami berikan benar-benar memberikan dampak positif. Jika tidak, maka kurikulum dan metode pembelajaran harus dievaluasi dan diperbaiki," jelas Stella.

Lebih lanjut, Stella mengungkapkan bahwa Kemendiktisaintek tengah melakukan transformasi sistem secara menyeluruh untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi potensi terjadinya praktik korupsi dalam berbagai proses, seperti pengajuan tugas belajar, penyetaraan ijazah, dan kenaikan pangkat.

"Kami berupaya menyederhanakan dan mengefisienkan proses-proses administrasi agar lebih transparan dan akuntabel. Dengan demikian, potensi terjadinya korupsi dapat diminimalkan," pungkasnya. Perubahan sistem ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan pendidikan tinggi yang lebih bersih dan berintegritas.