Usulan Golkar: Pemerintah Didesak Fasilitasi Ribuan Eks Karyawan Sritex untuk Berwirausaha

Usulan Golkar: Pemerintah Didesak Fasilitasi Ribuan Eks Karyawan Sritex untuk Berwirausaha

Penutupan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap hampir 11.000 karyawan. Menyikapi hal tersebut, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Sarmuji, mengusulkan agar pemerintah mengambil peran aktif dalam membantu ribuan mantan karyawan Sritex untuk beralih profesi menjadi wirausahawan. Usulan ini disampaikan Sarmuji mengingat kapasitas BUMN dinilai tidak memadai untuk menyerap seluruh tenaga kerja yang terdampak PHK tersebut.

"Menampung belasan ribu orang yang mendadak kehilangan pekerjaan bukanlah hal yang mudah bagi BUMN," ujar Sarmuji saat ditemui di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta Pusat, Jumat (7/3/2025). Ia menekankan bahwa solusi penyerapan tenaga kerja oleh BUMN dinilai tidak realistis. Oleh karena itu, Sarmuji berpendapat bahwa pemerintah perlu memfasilitasi para mantan karyawan Sritex untuk mengembangkan potensi dan keahlian mereka di sektor kewirausahaan.

Sarmuji menuturkan, banyak di antara mantan karyawan Sritex yang memiliki keahlian spesifik, terutama di bidang konveksi. Pemerintah, menurutnya, dapat berperan sebagai jembatan dengan menyediakan program pelatihan, pendampingan, dan akses permodalan bagi para mantan karyawan untuk membangun usaha mandiri atau kelompok. "Keahlian mereka dalam konveksi bisa ditingkatkan dan dikembangkan, baik secara individu maupun berkelompok," imbuhnya.

Lebih lanjut, Sarmuji meragukan kemampuan perusahaan Danantara untuk mengakuisisi Sritex dan menyerap seluruh karyawannya. Menurutnya, orientasi Danantara sebagai perusahaan bisnis adalah keuntungan dan efisiensi ekonomi. "Investasi ke Danantara harus memperhatikan aspek bisnis yang menguntungkan. Jika fokusnya terlalu besar pada aspek sosial, maka hal ini dapat mengurangi produktivitas Danantara," jelasnya. Sarmuji menekankan bahwa beban relokasi dan reintegrasi ribuan tenaga kerja seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.

Sebagai informasi, penutupan PT Sritex, yang diumumkan pada 1 Maret 2025, merupakan konsekuensi dari putusan pengadilan yang menyatakan tidak adanya kelanjutan usaha (going concern). Penutupan ini mengakibatkan PHK massal yang berdampak signifikan bagi kehidupan ribuan keluarga karyawan.

Pemerintah, kata Sarmuji, perlu segera mengambil langkah konkret untuk mengurangi dampak sosial ekonomi dari PHK massal ini. Selain membantu para mantan karyawan untuk berwirausaha, pemerintah juga perlu mempertimbangkan program-program lain seperti pelatihan vokasi dan penempatan kerja di sektor lain. Kecepatan dan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini sangat penting untuk mencegah dampak yang lebih luas dan mengurangi beban sosial yang ditimbulkan.

Sarmuji berharap agar usulan ini mendapat perhatian serius dari pemerintah dan segera ditindaklanjuti dengan langkah-langkah yang konkret dan terukur. Pemerintah perlu merumuskan strategi komprehensif yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan keberhasilan program tersebut.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah antara lain:

  • Menyediakan pelatihan kewirausahaan yang terfokus pada keahlian eks karyawan Sritex.
  • Memberikan akses permodalan dan bantuan teknis untuk pengembangan usaha.
  • Memfasilitasi akses pasar bagi produk-produk yang dihasilkan oleh eks karyawan Sritex.
  • Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga pelatihan dan perbankan, untuk mendukung program ini.
  • Membuat monitoring dan evaluasi yang terukur untuk memastikan efektifitas program.