Kendala Regulasi Hambat Investasi di Batam, Wakil Wali Kota Mengadu ke Presiden Prabowo
Wakil Wali Kota Batam, Li Claudia Chandra, menyampaikan keluhan terkait implementasi Free Trade Zone (FTZ) di Batam kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam pertemuan tersebut, Li Claudia mengungkapkan adanya sejumlah regulasi dari tingkat menteri yang saling tumpang tindih dan kontraproduktif dengan konsep FTZ yang seharusnya menjadi keunggulan Batam.
Menurut Li Claudia, Batam sebagai kawasan FTZ yang ditetapkan sejak awal, diharapkan menjadi magnet investasi utama di Indonesia. Namun, realitasnya, penerapan FTZ terhambat oleh aturan-aturan yang saling bertentangan. Ia menekankan perlunya kekhususan bagi Batam dalam penerapan aturan-aturan tersebut.
"Kota Batam sebagai daerah free trade zone yang sudah ditetapkan sejak awal berdirinya, sangat diharapkan menjadi kota tujuan investasi di Indonesia. Namun, seiring waktu berjalan, penerapan FTZ di Batam ini terkendala dengan aturan-aturan yang saling tumpang tindih dan bertabrakan dengan Konsep FTZ. Batam seharusnya memiliki kekhususan dalam penerapan aturan aturan," kata Li Claudia.
Salah satu contoh yang disoroti adalah Peraturan Menteri Agraria Kepala BPN Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pelimpahan Kewenangan Penetapan Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah. Li Claudia berpendapat, peraturan ini justru memperpanjang rantai birokrasi dan bertentangan dengan semangat FTZ yang mengutamakan kemudahan dan kecepatan proses.
"Permen ini menambah rantai birokrasi, dan bertentangan dengan Konsep FTZ. Dulu Penetapan Hak Atas Tanah bisa di selesaikan di Tingkat Kepala Kantor, namun hari ini harus menunggu Tanda Tangan Menteri ATR/BPN," imbuhnya.
Selain itu, ia juga menyoroti proses pengajuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dinilai berbelit-belit dan memperlambat investasi. Menurutnya, Badan Pengusahaan (BP) Batam, yang sebelumnya dikenal sebagai Badan Otorita, seharusnya diberikan kewenangan lebih besar dalam perizinan, termasuk AMDAL, sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di Batam.
"Begitupun dengan pengajuan amdal, kemarin ada yang bermasalah karena pengurusan amdalnya yang lama di provinsi, dan banyak lagi aturan-aturan yang bukannya memudahkan, justru bisa menghambat investasi di Kota Batam. Batam ada yang namanya Badan Pengusahaan dahulu namanya Badan Otorita, seharusnya BP Batam bisa diberikan kewenangan untuk perizinan seperti amdal. Karena BP Batam merupakan perpanjangan pemerintah pusat di Kota Batam. Sehingga kemudahan perizinan satu pintu benar-benar bisa berjalan," jelasnya.
Li Claudia menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Batam yang mencapai 6,9% merupakan yang tertinggi di Indonesia, dan penerapan FTZ adalah kunci untuk mendorong pertumbuhan lebih lanjut. Ia mengusulkan agar FTZ bagi Batam menjadi lex specialis, atau hukum khusus, yang berbeda dari daerah lain.
"Batam yang pertumbuhan ekonominya sampai 6,9% merupakan Kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia, penerapan free trade zone adalah langkah mendorong naiknya pertumbuhan ekonomi. FTZ bagi Kota Batam seharusnya menjadi 'Lex Specialis'," lanjut dia.
Lebih lanjut, Li Claudia berharap para menteri dapat menyelaraskan visi dan misi dengan Presiden Prabowo untuk memajukan ekonomi Indonesia. Ia menyerukan evaluasi terhadap aturan-aturan yang bertentangan dengan konsep FTZ di Batam.
"Menteri-menteri seharusnya bisa menyelaraskan dengan visi dan misi Pak Presiden dalam rangka memajukan ekonomi Indonesia. Saya sangat berharap Pak Prabowo mengambil langkah yang bijak dan strategis untuk Kota Batam dengan mengevaluasi aturan-aturan yang bertentangan dengan Konsep FTZ di Batam. Kalau langkah yang tepat dan benar maka Batam dapat manyumbang pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi dari tahun sebelumnya," ujarnya.