Kisah Inspiratif Mbok Yem: Dari Penolong Pendaki Hingga Legenda Warung di Puncak Lawu

Gunung Lawu, sebuah gunung yang menjulang tinggi di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, menyimpan sebuah kisah inspiratif tentang seorang wanita bernama Wakiyem, atau lebih dikenal dengan sebutan Mbok Yem. Kisah ini bukan hanya tentang perjuangan hidup, tetapi juga tentang ketulusan hati dan dedikasi untuk membantu sesama.

Kisah Mbok Yem bermula sekitar tahun 1980-an, ketika ia secara tidak sengaja menolong sekelompok pendaki yang sedang melakukan ritual di Gunung Lawu. Para pendaki tersebut kehabisan bekal dan berada dalam kesulitan. Tergerak oleh rasa iba, Mbok Yem yang saat itu sedang membuat api unggun, menawarkan bantuan seadanya. Siapa sangka, kejadian kecil ini menjadi titik awal dari sebuah legenda.

Sejak saat itu, nama Mbok Yem mulai dikenal di kalangan pendaki Gunung Lawu. Ia dikenal sebagai sosok yang ramah, murah hati, dan selalu siap membantu. Melihat kebutuhan para pendaki yang seringkali kehabisan bekal, Mbok Yem kemudian memutuskan untuk membuka warung kecil di dekat puncak gunung. Warung ini menjadi tempat singgah yang sangat berarti bagi para pendaki, tempat mereka bisa beristirahat, mengisi perut, dan mendapatkan persediaan makanan dan minuman.

Perjuangan Mbok Yem untuk mendirikan dan mempertahankan warungnya di puncak Gunung Lawu tidaklah mudah. Ia harus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari cuaca ekstrem, jalur pendakian yang terjal, hingga sulitnya mendapatkan pasokan bahan makanan. Namun, Mbok Yem tidak pernah menyerah. Dengan semangat pantang menyerah dan ketulusan hatinya, ia terus melayani para pendaki dengan sepenuh hati.

Syaiful Gimbal, cucu Mbok Yem, mengenang masa kecilnya ketika membantu sang nenek mencari tanaman jamu herbal di hutan Gunung Lawu. Sebelum membuka warung, Mbok Yem mencari nafkah dengan menjual jamu. Syaiful pernah merasakan bagaimana beratnya tidur di tengah hutan, menggali tanah di sisi bukit untuk berlindung dari dinginnya malam.

Saelan, anak Mbok Yem, menceritakan bagaimana ia harus bolak-balik mendaki Gunung Lawu hingga tiga kali seminggu untuk memasok kebutuhan warung sang ibu. Ia membawa beban minimal 35 kilogram, berisi beras, minyak goreng, dan kebutuhan lainnya. Perjalanan yang memakan waktu 5 hingga 6 jam ini harus ditempuh dengan melewati jalan setapak yang licin, terutama saat musim hujan.

Seiring berjalannya waktu, warung Mbok Yem semakin dikenal dan menjadi ikon Gunung Lawu. Para pendaki dari berbagai daerah berdatangan untuk menikmati hidangan nasi pecel andalannya, yang dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Selain itu, mereka juga bisa menikmati kopi, teh, dan minuman lainnya sambil menikmati pemandangan alam yang indah.

Pada tahun 2019, Mbok Yem mendapatkan bantuan panel tenaga surya dari para pendaki asal Jakarta. Bantuan ini sangat berarti bagi Mbok Yem, karena ia tidak perlu lagi menggunakan lampu minyak untuk penerangan di malam hari. Selain itu, ia juga bisa menyediakan fasilitas pengisian daya ponsel bagi para pendaki yang membutuhkan.

Setelah mengabdi selama lebih dari 35 tahun, Mbok Yem berencana untuk beristirahat dan menikmati masa tuanya bersama cucu-cucunya. Namun, takdir berkata lain. Mbok Yem menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 82 tahun, meninggalkan warisan berupa kisah inspiratif tentang ketulusan, kerja keras, dan dedikasi.

Kepergian Mbok Yem menjadi duka bagi para pendaki Gunung Lawu dan masyarakat sekitar. Namun, semangat dan nilai-nilai yang diajarkannya akan terus hidup dan menginspirasi generasi mendatang.