Wacana Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Kembali Mencuat: Memenuhi Syaratkah?
Wacana Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Kembali Mencuat: Memenuhi Syaratkah?
Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, kembali menjadi perbincangan hangat. Usulan ini diajukan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) bersama dengan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).
Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, menjelaskan bahwa usulan ini bermula dari pemerintah daerah, melalui mekanisme berjenjang. Pemerintah daerah mengusulkan nama tersebut kepada gubernur, yang kemudian diteruskan ke Kemensos. Proses ini memerlukan persetujuan dari bupati/walikota dan gubernur sebelum diajukan ke tingkat pusat.
Pemberian gelar Pahlawan Nasional diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Dalam undang-undang tersebut, terdapat sejumlah syarat umum dan khusus yang harus dipenuhi oleh calon penerima gelar. Pertanyaannya, apakah Soeharto memenuhi semua persyaratan tersebut?
Syarat Umum Pahlawan Nasional
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 menjabarkan enam syarat umum yang harus dipenuhi:
- Warga Negara Indonesia (WNI) atau seseorang yang berjuang di wilayah yang saat ini menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
- Memiliki integritas moral dan menjadi teladan bagi masyarakat.
- Berjasa terhadap bangsa dan negara.
- Berkelakuan baik.
- Setia dan tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara.
- Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Syarat Khusus Pahlawan Nasional
Selain syarat umum, Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 juga mengatur tujuh syarat khusus yang harus dipenuhi, yaitu:
- Pernah memimpin dan melakukan perjuangan untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan, serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
- Tidak pernah menyerah kepada musuh dalam perjuangan.
- Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya.
- Pernah melahirkan gagasan besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara.
- Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas.
- Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi.
- Melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
Proses Pengusulan Gelar
Jika seorang tokoh dinilai memenuhi syarat umum dan khusus, proses pengusulan gelar Pahlawan Nasional dilakukan secara berjenjang. Masyarakat mengajukan usulan kepada bupati/walikota, yang kemudian diteruskan kepada gubernur.
Prosedur pengusulan gelar Pahlawan Nasional, yang dikutip dari Indonesia.go.id, melibatkan beberapa tahapan:
- Masyarakat mengajukan usulan kepada bupati/walikota.
- Bupati/walikota mengajukan usulan kepada gubernur melalui instansi sosial provinsi.
- Instansi sosial provinsi menyerahkan usulan kepada Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) untuk diteliti dan dikaji.
- Jika TP2GD menilai memenuhi kriteria, usulan diajukan kepada gubernur untuk direkomendasikan kepada Menteri Sosial RI.
- Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan/Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial melakukan verifikasi administrasi.
- Usulan yang memenuhi syarat administrasi diajukan kepada Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) untuk diteliti, dikaji, dan dibahas.
- Jika TP2GP menilai memenuhi kriteria, Menteri Sosial RI mengajukan usulan kepada Presiden RI melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan untuk mendapatkan persetujuan penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan lainnya.
- Usulan yang tidak memenuhi persyaratan dapat diusulkan kembali setelah minimal 2 tahun, sedangkan usulan yang ditunda dapat dilengkapi dan diajukan kembali.
- Upacara penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional dilaksanakan oleh Presiden RI menjelang Peringatan Hari Pahlawan pada 10 November.
Kontroversi Soeharto
Terlepas dari peran pentingnya sebagai Presiden RI selama 32 tahun, nama Soeharto tidak lepas dari kontroversi. Isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi catatan kelam dalam sejarah kepemimpinannya. Bahkan, Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN secara khusus menyebut nama Soeharto dalam konteks pemberantasan KKN.
Pasal 4 TAP MPR 11/1998 menekankan perlunya pemberantasan KKN secara tegas terhadap siapapun, termasuk mantan Presiden Soeharto, dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak asasi manusia.
Namun, Fraksi Partai Golkar pernah mengusulkan penghapusan TAP MPR 11/1998 tersebut. MPR akhirnya mencabut TAP MPR 11/1998 pada 25 September 2024. Menurut Mensos, pencabutan TAP MPR ini menghilangkan salah satu kendala pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Meski demikian, ia menegaskan bahwa usulan ini masih dalam tahap pengkajian.
Selain Soeharto, beberapa nama lain juga diusulkan untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, termasuk KH Abdurrahman Wahid, Sansuri, Idrus bin Salim Al-Jufri, Teuku Abdul Hamid Azwar, dan K.H. Abbas Abdul Jamil. Empat nama baru yang diusulkan tahun ini adalah Anak Agung Gede Anom Mudita, Deman Tende, Prof. Dr. Midian Sirait, dan K.H. Yusuf Hasim.