Penetapan Tersangka Direktur Media oleh Kejaksaan Agung Tuai Kritik Pedas

Komisi Keselamatan Jurnalis Kecam Penetapan Tersangka Direktur JAK TV

Komisi Keselamatan Jurnalis (KKJ) melayangkan kritik tajam terhadap Kejaksaan Agung atas penetapan Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka. KKJ menilai tindakan Kejaksaan Agung sebagai bentuk kesewenang-wenangan kekuasaan dan berpotensi mengancam kebebasan pers.

Erick Tanjung, Koordinator KKJ, menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Tian Bahtiar, yang diduga terlibat dalam pemufakatan jahat dengan dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, terkait kasus dugaan perintangan penyidikan, dilakukan tanpa mengindahkan nota kesepahaman (MoU) yang telah disepakati antara Kejaksaan Agung dan Dewan Pers pada tahun 2019. MoU tersebut mengatur koordinasi dalam penegakan hukum yang berkaitan dengan kemerdekaan pers.

Pelanggaran Nota Kesepahaman dengan Dewan Pers

Menurut KKJ, Kejaksaan Agung seharusnya berkoordinasi dengan Dewan Pers untuk meminta penilaian terhadap substansi pemberitaan yang dijadikan alat bukti utama dalam dugaan tindak pidana obstruction of justice. Dewan Pers memiliki kewenangan untuk memberikan petunjuk kepada aparat penegak hukum mengenai indikasi pelanggaran etik atau pidana dalam proses penyusunan berita.

KKJ khawatir pengabaian terhadap MoU ini akan berdampak buruk pada kebebasan pers dan berpotensi mengkriminalisasi jurnalis. Mereka berpendapat bahwa obstruction of justice seharusnya merujuk pada tindakan yang secara langsung menghalangi proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan, bukan pada pemberitaan, opini publik, atau penyampaian pendapat di muka umum.

Desakan untuk Meninjau Ulang dan Berkoordinasi dengan Dewan Pers

KKJ mendesak Kejaksaan Agung untuk meninjau ulang penggunaan delik pidana obstruction of justice dalam kasus ini dan membuka akses terhadap substansi konten berita yang dijadikan alat bukti. Hal ini bertujuan agar publik dapat menilai apakah konten tersebut memenuhi unsur pidana atau hanya merupakan kritik terhadap proses hukum.

Kasus ini bermula dari penetapan tiga orang sebagai tersangka, yaitu Marcella Santoso dan Junaedi Saibih sebagai advokat, serta Tian Bahtiar sebagai Direktur Pemberitaan JAK TV. Mereka diduga melakukan perintangan penyidikan dalam tiga kasus perkara, yaitu dugaan korupsi PT Timah, dugaan impor gula, dan dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari penyidikan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor CPO yang melibatkan tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus suap terkait vonis lepas ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Para tersangka sebelumnya termasuk Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri. Selain itu, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO juga ditetapkan sebagai tersangka.

Terakhir, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya. Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta menerima suap Rp 60 miliar, sementara tiga hakim lainnya diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar. Suap tersebut diberikan agar majelis hakim memberikan vonis lepas terhadap kasus ekspor CPO.