Sentimen Global Tekan Saham Perbankan Nasional, Ini Analisis Bos BCA

Analis perbankan terkemuka menyoroti bahwa fluktuasi saham perbankan di Indonesia baru-baru ini dipicu oleh kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, menjelaskan bahwa dampak kebijakan tersebut tidak hanya dirasakan oleh BCA, tetapi juga oleh bank-bank besar lainnya di Indonesia.

Dalam konferensi pers virtual yang diadakan pada hari Rabu, 23 April 2025, Jahja Setiaatmadja mengungkapkan bahwa pengenaan tarif impor yang signifikan oleh AS terhadap negara-negara yang dianggap merugikan neraca perdagangannya dengan AS, termasuk Indonesia, menjadi faktor utama pemicu koreksi saham perbankan. Kebijakan ini menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan global dan mendorong investor untuk mengambil langkah defensif dengan menjual saham mereka.

Jahja menjelaskan lebih lanjut bahwa momentum libur panjang di Indonesia memperparah situasi. Ketika pasar saham dibuka kembali setelah libur Lebaran pada tanggal 8-9 April, saham-saham perbankan mengalami tekanan jual yang signifikan. Investor bereaksi cepat terhadap berita mengenai tarif impor AS karena belum ada informasi yang jelas tentang dampak jangka panjangnya terhadap sektor perbankan.

"Naluri investor adalah segera menjual saham ketika ada berita yang menimbulkan ketidakpastian," ujar Jahja. "Investor domestik dan asing sama-sama cenderung untuk mengurangi posisi mereka di pasar saham sampai mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang risiko yang terlibat."

Namun, Jahja juga menekankan bahwa penurunan ini bersifat sementara. Setelah mencapai titik terendah, investor mulai mengevaluasi fundamental perusahaan perbankan dan menyadari bahwa sebagian besar bank memiliki posisi keuangan yang kuat. Hal ini mendorong pembelian kembali saham-saham perbankan, yang menyebabkan rebound di pasar saham.

Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa saham BCA sempat menyentuh level Rp 7.775 pada tanggal 8 April, turun dari Rp 8.500 per saham pada tanggal 27 Maret 2025. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) juga mengalami penurunan dari Rp 4.050 menjadi Rp 3.640 per lembar saham pada periode yang sama. Sementara itu, saham Bank Negara Indonesia (BBNI) turun dari Rp 4.240 menjadi Rp 4.030 per lembar saham, dan saham Bank CIMB Niaga turun dari Rp 1.695 menjadi Rp 1.600 per lembar saham.

Saat ini, saham-saham perbankan telah menunjukkan pemulihan. Pada penutupan perdagangan, saham CIMB Niaga berada di level Rp 1.855, BBRI di level Rp 3.760, BBNI di level Rp 4.150, dan BBCA di level Rp 8.725. Pemulihan ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap fundamental yang kuat dari sektor perbankan Indonesia.

Secara keseluruhan, peristiwa ini menggarisbawahi sensitivitas pasar saham terhadap sentimen global dan pentingnya bagi investor untuk mempertimbangkan faktor eksternal dalam pengambilan keputusan investasi. Kebijakan perdagangan internasional dapat memiliki dampak signifikan terhadap kinerja sektor perbankan dan pasar saham secara keseluruhan.