Kasus Eksploitasi Sirkus: Puluhan Tahun Penantian Keadilan bagi Mantan Pemain
Luka Lama Industri Hiburan: Kisah Eksploitasi Mantan Pemain Sirkus Oriental Circus Indonesia
Kasus dugaan eksploitasi yang dialami para mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI), yang juga pernah tampil di Taman Safari Indonesia, kembali mencuat. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro, menyoroti lambannya penanganan kasus yang telah berlangsung selama 28 tahun ini. Atnike mengungkapkan kekecewaannya atas pengaduan yang pertama kali diajukan pada tahun 1997, yang hingga kini belum menemui titik terang.
Pernyataan ini disampaikan dalam rapat antara Komisi XIII DPR RI, Komnas HAM, dan para mantan pemain sirkus OCI di Gedung DPR, Jakarta. Atnike menegaskan bahwa kasus ini telah lama diadukan ke Komnas HAM, dan sangat disesalkan bahwa penyelesaian yang memadai dan memuaskan bagi para korban belum juga tercapai.
Komnas HAM, pada tahun 1997, telah memberikan rekomendasi terkait pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. Namun, rekomendasi tersebut tidak diindahkan oleh pihak OCI. Pelanggaran yang dimaksud meliputi:
- Pelanggaran hak anak untuk mengetahui asal usul dan identitas keluarga.
- Pelanggaran hak anak untuk bebas dari eksploitasi ekonomi.
- Pelanggaran hak anak untuk memperoleh pendidikan yang layak.
- Pelanggaran hak anak untuk mendapatkan perlindungan, keamanan, dan jaminan sosial.
Beberapa mantan pemain sirkus OCI, yang sebagian besar adalah perempuan, sebelumnya telah mengungkapkan pengalaman pahit mereka di hadapan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Mugiyanto. Mereka menceritakan berbagai bentuk kekerasan fisik, eksploitasi, dan perlakuan tidak manusiawi yang mereka alami selama bertahun-tahun.
Salah seorang mantan pemain sirkus, Butet, mengungkapkan bahwa dirinya kerap mengalami kekerasan fisik selama berlatih dan tampil. Ia mengaku pernah dirantai seperti gajah karena penampilannya tidak memuaskan. Bahkan, saat mengandung, Butet tetap dipaksa tampil dan dipisahkan dari anaknya setelah melahirkan. Lebih lanjut, Butet mengaku tidak pernah mengetahui identitas aslinya karena telah menjadi pemain sirkus sejak kecil.
Anak Butet, Fifi, juga mengalami nasib serupa. Ia dibesarkan di lingkungan sirkus tanpa mengetahui siapa orang tuanya. Fifi baru mengetahui bahwa Butet adalah ibunya setelah beranjak dewasa. Karena tidak tahan dengan siksaan yang dialaminya, Fifi sempat melarikan diri, namun tertangkap dan mengalami penyiksaan yang lebih kejam. Ia mengaku pernah disetrum dan dipasung.
Kisah pilu yang dialami Butet dan Fifi hanyalah sebagian kecil dari potret kelam industri sirkus di masa lalu. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan hak-hak anak dan penghapusan segala bentuk eksploitasi. Upaya penegakan hukum dan pemulihan bagi para korban eksploitasi sirkus harus menjadi prioritas agar keadilan dapat ditegakkan.