Eks Pemain Sirkus Mengungkap Trauma Masa Lalu di DPR: Kisah Kelam Eksploitasi di Balik Layar Hiburan

Kisah Pilu Lisa: Dari Panggung Sirkus ke Gedung DPR

Di hadapan anggota dewan, Lisa, seorang mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI), dengan berurai air mata menceritakan pengalaman traumatisnya selama berada di lingkungan sirkus. Pertemuan dengan Komisi VIII DPR menjadi wadah bagi Lisa untuk menyuarakan dugaan eksploitasi yang dialaminya sejak usia belia di Taman Safari.

Lisa mengenang dengan jelas bagaimana dirinya terpisah dari keluarganya pada tahun 1976. "Saya diambil dari keluarga oleh Bapak Jansen Manansang dan istrinya. Saat itu saya masih sangat kecil dan tidak mengerti apa yang terjadi. Saya hanya ingat dibawa dengan mobil oleh Bapak Jansen dari daerah Petojo menuju sirkus," ungkap Lisa dengan suara bergetar.

Sesampainya di sirkus, Lisa kecil merasa ketakutan melihat kerumunan anak-anak kecil. Ia merindukan rumah dan meminta untuk dipulangkan, namun permintaannya diabaikan. Lisa kemudian dibawa ke sebuah karavan gelap, tempat ia menangis hingga tertidur karena kelelahan.

Keesokan paginya, Lisa dipaksa untuk mengikuti latihan bersama anak-anak lainnya. Latihan tersebut, menurut Lisa, diwarnai dengan kekerasan fisik. "Kami dilatih dengan keras. Setiap kesalahan berujung pada pukulan, tamparan, tendangan, tonjokan, bahkan dilempar dengan sandal oleh Bapak Jansen," kenang Lisa.

Waktu berlalu, Lisa mulai terbiasa dengan kehidupan di sirkus dan melupakan orang tuanya. Namun, kerinduan untuk bertemu keluarga tetap membara di hatinya. Saat berusia 12 tahun, Lisa memberanikan diri untuk meminta bantuan Toni Sumampouw, Manajer Taman Safari Indonesia, agar dipertemukan dengan keluarganya. Sayangnya, Toni hanya menjanjikan pertemuan tersebut akan terwujud pada waktu yang tepat.

Harapan Lisa kembali membuncah ketika menginjak usia 15 tahun. Namun, jawaban yang diterimanya justru menghancurkan hatinya. "Ibu Jansen mengatakan bahwa saya telah dijual oleh orang tua saya. Pengakuan itu sangat menyakitkan," ucap Lisa dengan nada pilu.

Usaha Lisa untuk mendapatkan identitas diri juga menemui jalan buntu. Saat berusia 17 tahun, ia meminta KTP, namun permintaannya ditolak. Dua tahun kemudian, Lisa yang telah memiliki seorang kekasih bertekad untuk meninggalkan sirkus. Ia meminta izin baik-baik kepada Toni dan memohon agar diberikan identitas dirinya. Namun, Toni menolak permintaannya dan mengatakan, "Enak saja kamu, saya yang pelihara, kok kamu yang ambil?"

Akhirnya, Lisa memutuskan untuk keluar dari sirkus dan tidak pernah kembali lagi. Selama berada di sirkus, Lisa tidak pernah menerima gaji dan tidak mendapatkan pendidikan formal. Ia hanya diajarkan membaca, menulis, dan berhitung oleh seorang karyawati selama satu jam setiap hari.

Kisah Lisa ini menjadi gambaran kelam tentang eksploitasi anak di balik layar industri hiburan. Pengakuannya di hadapan DPR diharapkan dapat membuka mata publik dan mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan tegas dalam melindungi hak-hak anak.