Kejagung Amankan Ratusan Helm Mewah dan Aset Lainnya Milik Tersangka Kasus Suap Putusan Bebas Ekspor Migor

Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) terus mendalami kasus dugaan suap dalam putusan lepas terkait korupsi ekspor minyak goreng yang melibatkan sejumlah oknum hakim, panitera, dan pengacara. Sebagai bagian dari proses penyidikan, tim penyidik telah melakukan penyitaan terhadap berbagai aset milik Ariyanto Bakri (AR), salah seorang pengacara yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Penyitaan dilakukan di kediaman Ariyanto Bakri yang terletak di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Dari penggeledahan tersebut, penyidik berhasil mengamankan tidak kurang dari 130 buah helm berbagai merek ternama. Hal ini dikonfirmasi oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Harli Siregar.

"Benar, dari lokasi di Jalan Mendut, Menteng, penyidik telah melakukan penyitaan terhadap sekitar 130 buah helm," ungkap Harli kepada awak media di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (23/04/2025).

Harli menjelaskan bahwa penyitaan ratusan helm tersebut bukan tanpa alasan. Meskipun terkesan tidak lazim, helm-helm tersebut memiliki nilai ekonomis yang signifikan. "Mungkin publik bertanya-tanya, mengapa helm juga disita? Ternyata, helm-helm ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Harganya bisa mencapai jutaan rupiah per buah," jelasnya.

Dari informasi yang berhasil dihimpun, helm-helm yang disita tersebut merupakan merek-merek premium yang dikenal di kalangan penggemar otomotif dan penggemar balap. Beberapa merek yang berhasil diidentifikasi antara lain Shoei, AGV, Nolan, Arai, Bell, Simpson, Shark, Blauer, Hedon, dan FOX. Keragaman merek dan jenis helm ini mengindikasikan bahwa tersangka memiliki koleksi helm yang cukup mewah dan bernilai tinggi.

Selain ratusan helm, penyidik juga menyita sejumlah aset lain milik Ariyanto Bakri, termasuk 12 unit sepeda mewah dan satu unit sepeda motor Harley Davidson. Sebelumnya, Kejagung juga telah menyita lima barang bukti lainnya yang terkait dengan kasus ini, yaitu tiga unit mobil mewah dan dua unit kapal pesiar.

Kasus ini bermula dari penanganan perkara dugaan korupsi minyak goreng yang melibatkan tiga korporasi besar, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam persidangan, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom menjatuhkan putusan ontslag atau lepas kepada ketiga korporasi tersebut. Putusan ini menimbulkan kecurigaan adanya praktik suap, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung.

Dari hasil penyidikan, Kejagung menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus ini, terdiri dari empat orang hakim, satu orang panitera, dan dua orang pengacara, serta satu orang dari pihak korporasi. Para tersangka tersebut adalah:

  • Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
  • Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim
  • Agam Syarif Baharudin (ASB) selaku anggota majelis hakim
  • Ali Muhtarom (AM) selaku anggota majelis hakim
  • Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera
  • Marcella Santoso (MS) selaku pengacara
  • Ariyanto Bakri (AR) selaku pengacara
  • Muhammad Syafei (MSY) selaku social security legal Wilmar Group

Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanto, diduga memiliki peran sentral dalam pengaturan perkara ini. Sebelum menjabat sebagai Ketua PN Jaksel, ia merupakan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Waka PN Jakpus) yang memiliki wewenang untuk menunjuk hakim yang akan mengadili suatu perkara. Kejagung menduga adanya persekongkolan antara Marcella Santoso, Ariyanto Bakri, dan Muhammad Arif Nuryanto dalam kasus ini.

Diduga, aliran dana suap sebesar Rp 60 miliar mengalir ke Muhammad Arif Nuryanto, dan sebagian di antaranya dialirkan kepada ketiga majelis hakim. Sementara itu, Wahyu Gunawan selaku panitera diduga berperan sebagai perantara dalam praktik suap tersebut.