Hakim Tersangka Kasus CPO Diduga Sembunyikan Miliaran Rupiah di Rumahnya

Kejaksaan Agung Temukan Tumpukan Uang Tunai di Kediaman Hakim Tersangka Kasus CPO

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap fakta baru terkait kasus dugaan suap yang melibatkan hakim ad hoc, Ali Muhtarom, dalam perkara vonis lepas ekspor Crude Palm Oil (CPO). Tim penyidik menemukan uang tunai senilai Rp 5,5 miliar yang disembunyikan di kediaman Ali Muhtarom di Jepara, Jawa Tengah.

"Saat saudara AM diperiksa, ia berkomunikasi dengan keluarganya. Hasilnya, uang tersebut ditemukan di bawah tempat tidur," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, kepada awak media di Jakarta, Rabu (23/4/2025).

Penggeledahan dan penyitaan dilakukan pada 13 April 2025. Uang tersebut ditemukan tersimpan dalam sebuah koper berwarna hitam yang kemudian dimasukkan ke dalam karung goni. Uang tunai tersebut terdiri dari pecahan Dolar Amerika Serikat yang terbungkus dalam beberapa bundel.

Saat ini, tim penyidik masih berupaya untuk menelusuri asal-usul uang tersebut dan kemungkinan adanya aset lain yang disembunyikan. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemulihan kerugian negara akibat kasus dugaan suap tersebut.

Pengembangan Kasus Suap Vonis Lepas Ekspor CPO

Kasus ini bermula dari dugaan suap dalam penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait vonis lepas terhadap tiga perusahaan eksportir CPO, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus ini.

Selain Ali Muhtarom, tersangka lainnya termasuk Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG); kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri. Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota. Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.

Muhammad Arif Nuryanta, saat menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, diduga menerima suap sebesar Rp 60 miliar. Sementara itu, tiga hakim yang menjadi majelis perkara, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, diduga menerima suap dengan total Rp 22,5 miliar.

Suap tersebut diduga diberikan dengan tujuan agar majelis hakim memberikan vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) kepada para terdakwa dalam kasus ekspor CPO. Vonis lepas adalah putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana. Kejagung terus mendalami kasus ini untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan memulihkan kerugian negara yang ditimbulkan.