Kisah Inspiratif Nada Arini: Dari Tumpukan Sampah Bantar Gebang Hingga Gerakan Peduli Lingkungan di Rumah

Kesadaran yang Terpicu dari Bantar Gebang

Perjalanan Nada Arini dalam memperjuangkan lingkungan hidup dimulai dari sebuah pengalaman yang membekas di hatinya. Sebelum tahun 2017, Nada, seorang ibu rumah tangga seperti kebanyakan lainnya, fokus pada pemenuhan kebutuhan keluarga tanpa terlalu memperhatikan isu-isu lingkungan. Namun, kunjungan ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, mengubah segalanya.

Di sana, Nada menyaksikan sendiri gunungan sampah yang terus menggunung, pemandangan yang membuatnya terenyuh. Lebih menyayat hati lagi, ia melihat ibu-ibu menyuapi anak-anak mereka di tengah lalat yang berterbangan, sementara anak-anak lain bermain di tumpukan sampah. Pemandangan itu membuatnya tersadar akan dampak konsumsi dan gaya hidupnya selama ini.

Nada merasa terpukul dan bersalah. Ia menyadari bahwa sampah yang selama ini ia hasilkan ternyata hanya dipindahkan ke tempat lain, tempat di mana orang lain harus berjuang di tengah kondisi yang sangat memprihatinkan. Bayangan anaknya sendiri muncul di benaknya, membuatnya khawatir bahwa suatu saat nanti, anaknya pun bisa mengalami nasib serupa.

Awal Mula Gerakan dari Rumah

Pengalaman di Bantar Gebang mendorong Nada bersama tiga rekannya untuk merenungkan situasi tersebut. Mereka menyadari bahwa banyak orang mungkin memahami dampak perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, tetapi merasa tidak memiliki keterkaitan langsung karena kurangnya akses untuk melihat dampaknya secara nyata. Nada ingin menjembatani kesenjangan ini, memberikan akses dan inspirasi bagi masyarakat kota untuk terlibat dalam aksi nyata.

Motivasi ini mendorong Nada untuk mengubah gaya hidupnya menjadi lebih ramah lingkungan. Awalnya, ia berusaha melakukan perubahan besar secara langsung. Namun, seiring berjalannya waktu, ia menyadari pentingnya mengambil langkah-langkah yang lebih bijaksana dan berkelanjutan.

Kunjungan ke Gunung Sindur, Bogor, menjadi titik balik lainnya. Di sana, ia diingatkan bahwa upaya menyelamatkan lingkungan adalah sebuah privilese. Saat memberikan edukasi tentang pengelolaan sampah kepada ibu-ibu dari taman kanak-kanak (TK), Nada menghadapi kenyataan yang pahit.

Ketika ia mengajak ibu-ibu untuk memilah dan mencuci sampah plastik sebelum dibuang, mereka menolak. Mereka beralasan bahwa air bersih sangat berharga bagi mereka, bahkan untuk kebutuhan sehari-hari pun mereka harus membayar. Nada tersentak dan menyadari bahwa membuang sampah pada tempatnya saja bisa menjadi sebuah kemewahan bagi sebagian orang.

Membangun Kesadaran dan Aksi Nyata

Kesadaran ini semakin memantapkan tekad Nada untuk berkontribusi dalam upaya pelestarian lingkungan. Ia menyadari bahwa mencari nafkah saja tidak cukup untuk memberikan kehidupan yang layak bagi anak-anaknya. Tanpa air dan udara bersih, semua usaha mencari uang akan sia-sia.

Nada memulai gerakan dari rumah. Ia mulai memilah dan mengolah sampah, mengurangi konsumsi produk yang tidak ramah lingkungan, dan membuka akses bagi perempuan lain untuk belajar mengolah bahan-bahan dapur menjadi produk yang bermanfaat dan ramah lingkungan. Ia juga mendokumentasikan setiap aksinya dan membagikannya melalui media sosial, dengan harapan dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk ikut serta dalam gerakan ini.

Meskipun tidak yakin apakah semua usahanya akan memberikan dampak yang signifikan, Nada merasa tenang karena telah melakukan apa yang bisa ia lakukan. Ia berharap semakin banyak orang terinspirasi untuk melakukan hal serupa, sehingga bersama-sama kita dapat menjaga dan melestarikan Bumi untuk generasi mendatang.