Film 'Conclave' Tuai Kritik Pedas: Akurasi vs. Interpretasi Politik Vatikan

Film "Conclave", yang diadaptasi dari novel karya Robert Harris, menuai kritik dari berbagai kalangan, terutama terkait akurasi penggambaran proses pemilihan Paus dan interpretasi politik yang dianggap menyimpang dari realitas Gereja Katolik. Film ini, yang menampilkan Ralph Fiennes sebagai Kardinal Lawrence, Dekan College of Cardinals, mengisahkan intrik dan dinamika di balik konklaf, sebuah proses sakral dalam tradisi Katolik.

Sutradara Edward Berger, dalam wawancaranya dengan Entertainment Weekly, menekankan riset mendalam yang dilakukan Robert Harris, termasuk kunjungan ke Vatikan dan konsultasi dengan ahli untuk memastikan akurasi penggambaran tradisi dan ritual Katolik. Perhatian detail juga diberikan pada aturan dan tradisi seputar wafatnya seorang Paus, seperti penghancuran cincin dan penyegelan kamar. Ralph Fiennes juga menyoroti pentingnya merepresentasikan ritual dengan akurat, demi menjaga integritas penggambaran organisasi seperti militer.

Namun, film ini tidak luput dari sorotan. Pendeta Thomas J. Reese, seorang pakar Jesuit, mengkritik tata letak meja dan warna karpet di Kapel Sistina sebagai tidak akurat. Lebih jauh, "Conclave" dianggap mempromosikan sudut pandang progresif, menimbulkan pertanyaan tentang apakah konklaf yang sebenarnya didorong oleh konservatisme dan liberalisme seperti pemilihan politik.

Kritik paling tajam datang dari William McCormick, seorang pendeta dan penulis, yang berpendapat bahwa film ini melihat Gereja sebagai arena pertarungan ideologi duniawi. Dalam esainya di Church Life Journal Universitas Notre Dame, McCormick menekankan bahwa Gereja tidak melayani program politik apa pun. Ia berpendapat bahwa film tersebut keliru menganggap implikasi sosial dan politik Gereja sebagai sifat yang sepenuhnya politis dan sosial. Desain interior Casa Santa Marta yang terkesan dingin dan tertutup juga menjadi sorotan, mengisyaratkan interpretasi tematik yang mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan realitas.

Dengan demikian, "Conclave" menjadi perdebatan antara akurasi penggambaran dan interpretasi politik, memicu diskusi tentang bagaimana Gereja Katolik dipandang dalam konteks modern.