Kemacetan di Tanjung Priok Akibatkan Kerugian Ratusan Miliar Rupiah Bagi Pengusaha Truk

Kemacetan parah yang melanda kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada pertengahan April 2025 lalu, telah memicu kerugian signifikan bagi para pengusaha truk. Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mencatat, dampak kemacetan yang berlangsung selama tiga hari tersebut, diperkirakan merugikan sektor transportasi hingga ratusan miliar rupiah.

Menurut Ketua Umum Aptrindo, Gemilang Tarigan, kemacetan yang terjadi pada tanggal 17 hingga 19 April 2025 telah melumpuhkan aktivitas logistik di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Kondisi ini diperparah dengan adanya larangan operasional truk logistik selama periode Lebaran, yang semakin memperburuk situasi dan menambah beban kerugian bagi para pengusaha.

"Kemacetan ini menimbulkan kerugian sekitar Rp 120 miliar. Itu pun belum termasuk kerugian dari pemilik barang," ujar Gemilang, menekankan bahwa angka tersebut masih bersifat sementara dan potensi kerugian sebenarnya bisa jauh lebih besar.

Selain dampak kemacetan, Aptrindo juga menyoroti kerugian yang timbul akibat larangan operasional truk logistik selama masa libur Lebaran. Selama periode 16 hari pembatasan tersebut, sektor transportasi truk diperkirakan mengalami kerugian antara Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun. Jika ditotal dengan kerugian akibat kemacetan dan faktor lainnya, Aptrindo memperkirakan kerugian logistik nasional dapat mencapai angka fantastis, yaitu Rp 76 triliun.

Menanggapi situasi ini, Aptrindo mendesak pemerintah untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem pengaturan operasional kendaraan logistik, khususnya terkait dengan kebijakan larangan operasional. Gemilang Tarigan menekankan pentingnya koordinasi dan komunikasi yang lebih baik antara pemerintah, pelaku usaha logistik, dan otoritas pelabuhan dalam merumuskan kebijakan. Ia juga menyarankan agar kegiatan ekspor dan impor tetap dikecualikan dari larangan operasional, mengingat peran vitalnya dalam perekonomian nasional.

Berikut adalah saran Aptrindo untuk perbaikan sistem pengaturan operasional kendaraan logistik:

  • Koordinasi Intensif: Pemerintah, pelaku usaha logistik, dan otoritas pelabuhan harus berkoordinasi secara intensif dalam merumuskan kebijakan.
  • Pengecualian Ekspor Impor: Kegiatan ekspor dan impor harus dikecualikan dari larangan operasional, dengan memperhatikan dampaknya terhadap perekonomian.
  • Sosialisasi Awal: Kebijakan harus disosialisasikan jauh hari sebelum implementasi, agar pelaku usaha memiliki waktu untuk menyesuaikan diri.
  • Evaluasi Rutin: Kebijakan harus dievaluasi secara rutin untuk mengidentifikasi potensi masalah dan mencari solusi yang tepat.

Aptrindo meyakini bahwa kemacetan dan pembatasan operasional yang tidak terencana dengan baik dapat mengganggu kelancaran arus logistik secara sistemik. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pengusaha truk, tetapi juga oleh pemilik barang dan konsumen akhir. Kenaikan biaya distribusi dan penurunan daya saing pelaku usaha logistik dalam negeri juga menjadi konsekuensi yang perlu dipertimbangkan secara serius.