Dedikasi Yustina Wardani: Mengukir Asa Bagi ODGJ di Desa Sidoluhur
Di sebuah pendopo Kalurahan Sidoluhur, Godean, Sleman, gelora semangat kader Posyandu bergaung. Latihan demi latihan mereka jalani dengan riang, mempersiapkan diri untuk menyambut syawalan yang akan datang. Di tengah keriuhan itu, seorang wanita berkebaya duduk dengan tenang, mengamati setiap gerak-gerik para kader. Dialah Yustina Wardani, sosok wanita berusia 61 tahun yang dikenal dengan panggilan Bu Dani, seorang pengabdi yang mendedikasikan dirinya untuk mendampingi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Kalurahan Sidoluhur.
Yustina Wardani adalah potret Kartini masa kini di Kalurahan Sidoluhur. Bukan hanya seorang ibu dan kader Posyandu yang peduli pada kesehatan ibu dan anak, tetapi juga seorang pejuang kesehatan mental masyarakat. Sebagai koordinator kesehatan jiwa, Yustina merangkul ODGJ yang seringkali terpinggirkan.
"Saya memulai perjalanan sebagai kader Posyandu pada tahun 1990, menjadi Ketua Posyandu di Pandean," kenangnya. Dua tahun memimpin Posyandu di Pandean, Yustina melanjutkan pengabdiannya sebagai kader Posyandu di Kalurahan Sidoluhur pada tahun 1992. Titik balik dalam hidupnya terjadi pada tahun 2012, saat mengikuti pelatihan kesehatan jiwa yang diadakan oleh Puskesmas Godean 1.
Lahirnya Seksi Kesehatan Jiwa
Usai pelatihan, Yustina memberanikan diri melaporkan kepada Kalurahan Sidoluhur tentang potensi kader kesehatan jiwa yang siap mendampingi ODGJ. Gayung bersambut, Kalurahan memberikan dukungan penuh, dan pada tahun 2012, Seksi Kesehatan Jiwa resmi didirikan di bawah program Desa Siaga. "Desa Siaga yang sebelumnya belum memiliki seksi kesehatan jiwa, kini hadir berkat dukungan semua pihak," ujar Yustina.
Sebagai koordinator, Yustina bersama kader lainnya bahu-membahu dengan Puskesmas untuk mendata ODGJ di Kalurahan Sidoluhur. Tugas mereka tak hanya mendata, namun juga menangani kekambuhan ODGJ dan memastikan mereka mendapatkan perawatan yang layak.
Ujian Datang Menerpa
Namun, di balik dedikasinya pada masyarakat, Yustina harus menghadapi ujian berat. Anak laki-lakinya yang masih duduk di bangku kelas 1 SMA mengalami depresi parah.
"Allah sudah mempersiapkan saya," ungkap Yustina. "Saya sering mengantar pasien ke RSJ Grhasia, sampai saya dikenal di sana. Ternyata, Allah sedang mempersiapkan anak saya untuk dirawat di sana."
Meski hatinya hancur, Yustina tak meninggalkan tugasnya sebagai koordinator kesehatan jiwa. Ia tetap berkomitmen, meski air mata seringkali menetes saat berkonsultasi dengan psikolog di Puskesmas.
"Setiap kali ke Puskesmas, saya menangis. Saya curhat. Dari situlah saya mendapatkan kekuatan. Kita semua membutuhkan psikolog," tuturnya.
Kelompok Swabantu Luhur Jiwo: Setitik Harapan
Pada tahun 2016, Pusat Rehabilitasi YAKKUM meluncurkan program pendampingan untuk Orang Dengan Disabilitas Psikososial Skizofrenia. Puskesmas Godean 1 di Sidoluhur dipercaya untuk menjalankan program tersebut.
Yustina dan para kader dengan sigap memulai program ini. "Dinas Kesehatan Sleman menunjuk Puskesmas Godean 1, dan kami langsung menyambutnya dengan antusias. Saya merasa senang, karena saya juga memiliki anak yang mengalami masalah yang sama," ungkapnya.
Bersama kader lainnya, Yustina meminta izin kepada Kalurahan. Dukungan kembali didapatkan, dan program pun dimulai dengan pendataan di wilayah Kalurahan Sidoluhur. "Kami mendata semuanya berkolaborasi dengan Puskesmas, dan ternyata ada 48 ODGJ di kalurahan ini, 22 laki-laki dan 26 perempuan," jelasnya.
Menurut Yustina, jumlah tersebut adalah yang terbanyak dibandingkan kalurahan lain. Penyebab gangguan kejiwaan mereka beragam, mulai dari masalah ekonomi, trauma, hingga patah hati.
Dani dan para kader melakukan pendekatan persuasif kepada keluarga-keluarga ODGJ untuk mengajak mereka mengikuti kegiatan di kalurahan. Penolakan sempat terjadi, dengan alasan malu atau tidak mau hanya dijadikan objek pendataan. Namun, dengan sabar, Dani dan kader menjelaskan bahwa kedatangan mereka adalah untuk mengajak anggota keluarga yang ODGJ untuk berpartisipasi dalam kegiatan positif.
Di awal kegiatan, hanya satu orang yang hadir. Namun, Yustina dan kader tidak menyerah. Mereka terus melakukan pendekatan, hingga akhirnya lima orang bersedia datang. Kegiatan awal hanya diisi dengan bernyanyi dan bersenang-senang.
Seiring waktu, jumlah peserta bertambah. Pada tahun 2017, ada 18 orang yang ikut serta dalam kegiatan. Momentum inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Kelompok Swabantu atau Self Help Group (SHG) Luhur Jiwo Kalurahan Sidoluhur pada 1 Agustus 2017.
"SHG ini dinamai Luhur Jiwo. Luhur karena Sidoluhur, jiwo karena mereka adalah jiwa," jelas Yustina.
Kegiatan SHG awalnya sederhana, namun lambat laun berkembang menjadi aktivitas yang lebih produktif. Pada tahun 2019, mereka mulai membuat batik jumputan dan ecoprint.
"Mereka menciptakan kreasi masing-masing, bebas dan mereka senang," ujar Yustina tentang keberhasilan SHG Luhur Jiwo dalam memberikan ruang bagi ODGJ untuk berkreasi dan berkarya.
Mandiri Melalui Karya
Hasil karya ODGJ mulai dipasarkan, dan pada tahun 2019, mereka mendapatkan penghasilan pertama dari penjualan amplop flanel untuk Hari Raya. Produk tersebut dijual di Puskesmas, Kecamatan, dan kelompok PKK. "Dari penjualan amplop itu, kami laku 1.200 amplop, dan mereka sangat senang bisa mendapatkan penghasilan," kenang Yustina dengan bangga.
Kisah ini adalah bagian pertama dari perjuangan Yustina Wardani. Kisah selanjutnya akan mengulas perjalanan Yustina dalam mendampingi ODGJ dan menghadapi tantangan yang datang, terutama di masa pandemi Covid-19.