Inovasi Skrining Kanker Serviks: Metode Pengambilan Sampel Mandiri Tingkatkan Aksesibilitas dan Kenyamanan

Kanker serviks masih menjadi ancaman kesehatan bagi perempuan di Indonesia. Kesadaran akan pentingnya deteksi dini kanker serviks sudah cukup tinggi, namun tidak sedikit perempuan yang merasa enggan untuk melakukan pemeriksaan rutin. Rasa tidak nyaman dan malu menjadi faktor penghambat utama.

Kabar baiknya, kini hadir solusi inovatif yang dapat meningkatkan kenyamanan dan aksesibilitas dalam skrining kanker serviks: metode pengambilan sampel mandiri atau self-sampling DNA HPV. Metode ini menawarkan alternatif yang lebih praktis dan tidak invasif dibandingkan metode konvensional seperti Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) atau Pap smear, yang selama ini mengharuskan pengambilan sampel oleh petugas kesehatan di fasilitas medis.

Keunggulan Metode Self-Sampling

  • Kenyamanan: Perempuan dapat melakukan pengambilan sampel sendiri di rumah setelah mendapatkan edukasi yang memadai.
  • Privasi: Mengurangi rasa malu dan tidak nyaman karena tidak perlu melibatkan petugas kesehatan secara langsung.
  • Aksesibilitas: Memungkinkan perempuan di daerah terpencil atau dengan keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan untuk tetap melakukan skrining.
  • Potensi Peningkatan Cakupan Skrining: Diharapkan dapat meningkatkan jumlah perempuan yang berpartisipasi dalam program skrining kanker serviks.

Menurut dr. Triya Novita Dinihari, Ketua Tim Kerja Penyakit Kanker, Direktorat Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan, sampel yang diambil sendiri oleh perempuan akan dikirimkan kembali ke puskesmas untuk dianalisis. Uji coba metode ini sedang dilakukan di beberapa kota dengan target 8.000 perempuan, melalui kerjasama Kementerian Kesehatan dengan RS Kanker Dharmais dan perusahaan teknologi medis BD Indonesia.

Rekomendasi WHO dan Pentingnya Deteksi Dini

Pemeriksaan DNA HPV merupakan metode skrining kanker serviks yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Metode ini dinilai lebih akurat dan mampu mendeteksi risiko kanker serviks lebih awal dibandingkan IVA atau Pap smear.

Dokter Widyorini Lestari Hanafi, Sp.OG(K)-Onk dari RS Kanker Dharmais, menekankan pentingnya deteksi dini kanker serviks bagi setiap perempuan yang sudah aktif secara seksual, terutama mulai usia 18 tahun. Hasil positif pada pemeriksaan DNA HPV tidak selalu berarti kanker, namun bisa menjadi indikasi infeksi HPV yang dapat ditangani. Jika terdeteksi kanker pada stadium awal, peluang kesembuhan akan jauh lebih besar. Sementara itu, hasil negatif pada pemeriksaan DNA HPV hanya perlu diulang setiap 10 tahun.

Metode pemeriksaan mandiri DNA HPV telah diadopsi di beberapa negara seperti Belanda, Denmark, dan Swedia. Dengan peningkatan akses terhadap skrining inovatif dan edukasi mengenai pengambilan sampel mandiri, diharapkan semakin banyak perempuan dapat mengambil langkah proaktif untuk menjaga kesehatan mereka.

Hary Nurcahyo, Country Business Leader, BD Indonesia, menyampaikan harapannya bahwa peningkatan akses terhadap skrining inovatif dan edukasi tentang pengambilan sampel mandiri untuk uji skrining HPV-DNA dapat mendorong lebih banyak perempuan untuk mengambil langkah proaktif dalam menjaga kesehatan mereka.