Geopark Kebumen Sandang Status UNESCO Global Geopark Setelah Penantian Panjang
Setelah melalui proses panjang dan penuh tantangan, Geopark Kebumen akhirnya resmi menyandang status UNESCO Global Geopark (UGGp). Pengakuan internasional ini diperoleh setelah melalui sidang Dewan Eksekutif UNESCO ke-221 yang berlangsung di Paris, Prancis, pada tanggal 2 hingga 17 April 2025.
Untuk meraih predikat UGGp, sebuah geopark harus memenuhi serangkaian kriteria ketat. Salah satunya adalah pengakuan sebagai Geopark Nasional minimal selama satu tahun, serta penyusunan proposal komprehensif yang menyoroti potensi warisan geologi dan budaya lokal yang unik. Kebumen, dengan kekayaan geologisnya yang luar biasa, menjadi daya tarik utama dalam proses seleksi ini.
Nama Kebumen sendiri memiliki akar sejarah yang dalam, berasal dari kata "Kabumian," yang merujuk pada wilayah tempat tinggal Kyai Bumi atau Pangeran Bumidirdjo. Secara filosofis, "Kabumian" juga diartikan sebagai ilmu kebumian, sebuah harapan agar wilayah ini menjadi sumber pengetahuan tentang bumi.
Dr. Ir. Chusni Ansori, MT, seorang peneliti geologi di Geopark Kebumen, mengungkapkan bahwa gagasan pembentukan Geopark Karangsambung-Karangbolong, yang kemudian menjadi Geopark Kebumen, telah dimulai sejak tahun 2016. Proses untuk mendapatkan pengakuan UNESCO membutuhkan waktu sekitar 7 tahun, dimulai dari pengakuan sebagai Geopark Nasional pada tahun 2018.
Dalam perjalanannya, tim Geopark Kebumen menghadapi berbagai rintangan, mulai dari masalah administratif, teknis, hingga pendanaan. Kendala administratif meliputi kurangnya pemahaman yang sama dari para pimpinan daerah, perubahan nama, dan penyesuaian luas wilayah geopark. Bahkan, pengajuan awal sempat ditolak oleh UNESCO pada tahun 2022. Penolakan ini mendorong tim untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan mengajukan kembali proposal dengan nama Geopark Kebumen.
"Kendala teknis juga menjadi tantangan, terutama karena badan pengelola yang belum solid dan minimnya tenaga teknis untuk mendukung data penelitian baru," jelas Chusni.
Namun, semangat pantang menyerah terus membara. Riset-riset baru terus dilakukan, termasuk penelitian disertasi Chusni yang menyoroti hubungan antara keragaman geologi dan budaya. Data-data baru artefak digunakan untuk memperkaya lokasi situs budaya di wilayah perluasan Kebumen Selatan.
Setelah melalui berbagai perbaikan dan penyempurnaan, pengajuan ketiga akhirnya dilayangkan ke UNESCO. Kerja keras ini membuahkan hasil manis dengan pengakuan Geopark Kebumen sebagai UGGp. Chusni menambahkan bahwa Geopark Kebumen menjadi satu-satunya geopark di Indonesia yang mengajukan proposal ke UNESCO hingga tiga kali.
Dengan keragaman geologi dan sejarah riset yang panjang, Geopark Kebumen memiliki potensi besar sebagai pusat riset geologi. Keberadaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan kampus lapangan geologi semakin memperkuat posisi Geopark Kebumen sebagai Research and Education Geopark.
"Geopark ini sangat cocok sebagai laboratorium alam kebumian, di mana para ahli dan mahasiswa di berbagai bidang, seperti kebumian, biologi, sosial, sejarah, dan budaya, dapat memanfaatkan situs geologi, biologi, budaya, serta lanskap di atasnya untuk keperluan riset dan pendidikan," ujar Chusni.
Untuk mewujudkan potensi ini, diperlukan pengelolaan yang terencana dan program-program yang menarik bagi berbagai kalangan pendidikan. Program "Geopark Goes to Campus" dan "Campus Goes to Geopark" perlu digalakkan dengan berbagai tema yang relevan.
Wilayah Kebumen sendiri telah lama dikenal sebagai salah satu pusat keilmuan geologi, terutama dengan keberadaan Laboratorium Geologi Karangsambung. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah menjadikan kawasan ini sebagai laboratorium geologi karena karakteristiknya sebagai dasar lautan purba. Berbagai batuan yang ditemukan di Karangsambung diidentifikasi berasal dari dasar laut dengan kedalaman hingga 5.000 meter, sebuah fakta menarik mengingat wilayah ini sekarang merupakan dataran tinggi.