Kronologi Kasus Ronald Tannur, Suap Hakim demi Bebas dari Pembunuhan

Laporan kumpulan berita terkini dari berbagai media nasional - Ronald Tannur yang sebelumnya divonis bebas dari kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti pada 2023, kini harus lebih lama di penjara.

Hal itu setelah tiga hakim yang memvonis bebas pelaku bernama lengkap Gregorius Ronald Tannur menjadi tersangka penerimaan suap.

Tiga hakim PN Surabaya, Jawa Timur terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu (23/10/2024).

Ketiga hakim tersebut adalah Erintuah Damanik (ED) sebagai hakim ketua, serta Mangapul (M) dan Heru Hanindyo (AH) sebagai hakim anggota.

Dalam operasi tersebut, Kejagung juga menangkap pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR) di Jakarta.

Di sisi lain, Mahkamah agung (MA) menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap Ronald Tannur pada tingkat kasasi usai kasus ini diajukan pengacara keluarga korban.

Berikut kronologi perjalanan kasus Ronald Tannur yang didakwa melakukan pembunuhan hingga penerimaan suap tiga hakim PN Surabaya.

Kasus pembunuhan Dini

Kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti dilakukan di Lenmarc Mall Jalan Mayjend Jonosewojo, Surabaya pada Rabu (4/10/2023) dini hari oleh pacarnya Ronald. Keduanya sebelumnya terlibat pertengkaran.

Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce mengatakan, Ronald menganiaya Dini sampai meninggal saat bertengkar.

"(Tersangka) menendang kaki kanan hingga korban terjatuh sampai posisi duduk. Lalu tersangka memukul kepala korban dengan menggunakan botol minuman keras," terangnya, dilansir dari salah satu media nasional sebelumnya, yang dikutip oleh kumpulan berita terkini (25/7/2024).

Ronald juga melindas korban menggunakan mobil bernomor polisi B 1744 VON di lokasi parkir tempat hiburan.

Mereka lalu pergi naik mobil ke apartemen di Jalan Puncak Indah Lontar. Nahas, kondisi Dini memburuk. Ronald membawanya ke Nasional Hospital Surabaya, namun nyawanya tak tertolong. Jenazah korban lalu diautopsi di RSUD dr. Soetomo.

Hasil pemeriksaan menunjukkan, Dini mendapat banyak luka dan memar pada tubuh bagian luarnya. Dia juga mengalami perdarahan pada organ dalam dan patah tulang.

Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono mengatakan, penganiayaan Dini dilatarbelakangi rasa sakit hati Ronald usai keduanya terlibat cekcok.

"Terkait sakit hati, karena ada cekcok, cekcok biasa karena yang bersangkutan (pelaku) masih terkontaminasi dengan alkohol," kata Hendro.

Bebas meski dituntut 12 tahun penjara

Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce mengatakan, Ronald ditetapkan sebagai tersangka usai menganiaya Dini hingga meninggal dunia.

"Atas dasar fakta penyidikan, maka kami menetapkan status GRT dari saksi ditingkatkan menjadi tersangka," kata Pasma.

Tersangka dijerat tiga pasal berlapis. Pasal 338 KUHP terkait kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain, Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan mengakibatkan meninggal dunia, dan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain.

Jaksa Penutut Umum (JPU) dari Kejari Surabaya lalu menuntut Ronald 12 tahun penjara. Ronald juga dituntut membayar restitusi kepada ahli waris Dini sebesar Rp 263 juta subsider kurungan 6 bulan penjara.

Namun dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya hakim Erintuah Damanik menyatakan Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan tersebut.

Ronald divonis bebas dalam persidangan di PN Surabaya, Rabu (24/7/2024).

https://www.kompas.com/tren/read/2024/10/24/154500465/kronologi-kasus-ronald-tannur-suap-hakim-demi-bebas-dari-pembunuhan-