Aktivitas Pukat Harimau Resahkan Pesisir Selatan, Anggota Dewan Provinsi Minta Tindakan Tegas

Praktik penangkapan ikan ilegal menggunakan pukat harimau kembali mencuat di perairan Pantai Air Haji, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, memicu keresahan di kalangan nelayan tradisional dan mendorong anggota DPRD setempat untuk mengambil langkah proaktif.

Anggota DPRD Pesisir Selatan, Novermal Yuska, mengungkapkan keprihatinannya atas situasi yang terus berulang ini. Meskipun razia telah sering dilakukan, kapal-kapal yang menggunakan alat tangkap terlarang tersebut seolah tak jera dan kembali beroperasi setelahnya. Hal ini, menurutnya, tidak bisa dibiarkan dan membutuhkan solusi yang lebih permanen.

Menanggapi situasi tersebut, Novermal Yuska telah menemui Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Gatot Tri Suryanta, untuk menyampaikan langsung laporan mengenai maraknya penggunaan pukat harimau di wilayah tersebut. Pertemuan ini membuahkan dukungan dari Kapolda terhadap rencana pendirian Pos Polisi Air (Polair) di sekitar Pantai Air Haji. Pendirian pos ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mencegah dan menindak praktik illegal fishing yang merugikan.

Sebelum pos Polair terealisasi, Novermal mendesak Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk mengambil langkah-langkah preventif, terutama melalui penyadaran dan pemberdayaan para pelaku illegal fishing. Ia berharap agar mereka dapat beralih ke alat tangkap yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Rencana pendirian Pos Polair akan dibahas lebih lanjut dalam rapat koordinasi lintas sektoral yang melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Danlantamal, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Rapat ini akan membahas strategi penanggulangan illegal fishing secara komprehensif.

Novermal menegaskan bahwa tindakan tegas akan diambil jika para pelaku illegal fishing tetap nekat menggunakan pukat harimau. Penegakan hukum akan dilakukan tanpa kompromi untuk melindungi sumber daya laut dan keberlangsungan hidup nelayan tradisional.

Sementara itu, keresahan juga datang dari para nelayan tradisional di Air Haji. Eri, seorang nelayan berusia 49 tahun, mengungkapkan bahwa keberadaan kapal-kapal pukat harimau telah berdampak signifikan terhadap hasil tangkapan mereka. Kapal-kapal tersebut tidak hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga mengurangi pendapatan para nelayan yang menggantungkan hidupnya pada hasil laut.

Eri berharap agar pemerintah dapat segera menertibkan kapal-kapal pukat harimau tersebut sehingga para nelayan tradisional dapat kembali melaut dengan tenang dan mendapatkan hasil tangkapan yang memadai. Ia juga menyoroti bahwa razia yang dilakukan selama ini belum memberikan efek jera yang signifikan, karena kapal-kapal tersebut selalu kembali beroperasi setelah razia selesai.

Berikut adalah poin-poin penting yang mengemuka dalam berita ini:

  • Maraknya penggunaan pukat harimau di Pantai Air Haji, Pesisir Selatan.
  • Keresahan nelayan tradisional akibat penurunan hasil tangkapan.
  • Laporan anggota DPRD ke Kapolda Sumbar.
  • Dukungan Kapolda terhadap pendirian Pos Polair.
  • Desakan untuk penyadaran dan pemberdayaan pelaku illegal fishing.
  • Rencana rapat koordinasi lintas sektoral.
  • Ancaman tindakan tegas bagi pelaku illegal fishing yang nekat.