Enam Orangutan Kembali ke Habitat Alami di Hutan Kehje Sewen Dekat IKN
Upaya pelestarian orangutan di Kalimantan Timur terus menunjukkan hasil positif. Sebanyak enam individu orangutan, hasil rehabilitasi dari berbagai konflik dengan manusia, telah dilepasliarkan ke Hutan Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur. Lokasi ini berada di dekat kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan.
Pelepasliaran ini merupakan yang ke-27 kalinya dilakukan di kawasan sekitar IKN Samboja Lestari sejak tahun 2012. Dengan tambahan enam individu ini, total sudah 136 orangutan hasil rehabilitasi yang berhasil dikembalikan ke habitat alaminya. Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyampaikan apresiasi atas kerjasama berbagai pihak dalam upaya konservasi orangutan ini.
"Pelepasliaran ini adalah bukti nyata komitmen kita untuk melindungi orangutan, satwa yang sangat terancam akibat berbagai aktivitas manusia dan bencana alam," ujar Raja Juli Antoni.
Keenam orangutan yang dilepasliarkan terdiri dari tiga jantan dan tiga betina. Mereka sebelumnya diselamatkan dari berbagai situasi konflik, termasuk yang terjadi di wilayah pertambangan. Proses rehabilitasi yang intensif dilakukan di Samboja Lestari untuk memastikan kesehatan dan kemampuan mereka bertahan hidup di alam liar.
Menurut CEO Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), Jamartin Sihite, sebagian besar orangutan yang berada di pusat rehabilitasi BOSF berasal dari konflik dengan manusia. Mereka mungkin dipelihara secara ilegal, terusir akibat pembangunan, atau ditemukan dalam kondisi lemah. BOSF saat ini merawat sekitar 350 orangutan dari Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Namun, tidak semua orangutan dapat dilepasliarkan karena kondisi kesehatan atau kemampuan adaptasi yang terbatas.
BOSF berencana membangun pulau-pulau konservasi sebagai tempat tinggal yang lebih alami bagi orangutan yang tidak dapat dilepasliarkan. Pemerintah mendukung upaya ini melalui regulasi yang memungkinkan area rehabilitasi menjadi zona konservasi.
Kepala BKSDA Kalimantan Timur, M. Ari Wibawanto, melaporkan bahwa pihaknya telah menangani 71 kasus interaksi negatif antara manusia dan orangutan dalam tiga tahun terakhir. Sebagian besar orangutan tersebut ditranslokasi ke habitat aslinya atau direhabilitasi. Konflik sering terjadi di wilayah pembangunan, perkebunan, pertambangan, dan pemukiman.
BKSDA Kaltim bekerja sama dengan berbagai lembaga konservasi dan melibatkan masyarakat lokal dalam edukasi dan pemantauan pasca-pelepasliaran untuk meminimalkan konflik. Raja Juli Antoni menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan, kelestarian hutan, dan kesejahteraan masyarakat. Ia juga menegaskan pentingnya penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal yang merusak hutan dan mengancam satwa dilindungi. Orangutan dilindungi oleh undang-undang sebagai aset negara, dan pelanggaran terhadap perlindungan mereka akan ditindak tegas.
Upaya konservasi orangutan ini melibatkan berbagai strategi:
- Rehabilitasi Intensif: Orangutan yang diselamatkan dari konflik menjalani program rehabilitasi yang komprehensif untuk memulihkan kesehatan fisik dan mental mereka, serta melatih keterampilan bertahan hidup di alam liar.
- Pelepasliaran Terukur: Orangutan hanya dilepasliarkan setelah melalui evaluasi ketat untuk memastikan mereka siap beradaptasi dengan lingkungan alami.
- Mitigasi Konflik: BKSDA dan lembaga terkait bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk mengurangi konflik antara manusia dan orangutan melalui edukasi, patroli, dan penegakan hukum.
- Pengembangan Habitat: Upaya dilakukan untuk memperluas dan melindungi habitat alami orangutan, termasuk melalui penetapan kawasan konservasi dan rehabilitasi hutan.
- Penegakan Hukum: Pemerintah berkomitmen untuk menindak tegas pelaku pelanggaran terhadap perlindungan orangutan dan habitatnya.
Inisiatif ini memberikan harapan baru bagi kelangsungan hidup orangutan Kalimantan, spesies yang sangat penting bagi keanekaragaman hayati Indonesia.